Jumat, 19 September 2014

PUISI DAN PERJALANAN SPRITUAL DALAM MEMAKNAI KEMATIAN




Oleh Moh. Ghufron Cholid*

Kematian adalah bentuk cinta yang lain dari sebuah kemesraan kencan atau pertemuan yang penuh cekam, ketika kehidupan tak lagi dalam genggaman. Moh. Ghufron Cholid

PENDAHULUAN

Jum’at yang penuh cinta dan berkah saya berhadapan dengan dua puisi yang ditulis oleh Janus A. Satya dengan puisinya TENTANG KEPULANGAN dan puisi yang ditulis oleh Nona Reni dengan judul KEPULANGAN BUNDA, baik JAS maupun Nona Reni sama-sama mengungkap perihal kematian.

Berikut saya posting utuh kedua puisi agar kehadirannya bisa kita nikmati dan bisa kita resapi isyarat yang dikandung oleh kedua puisi dari dua penyair yang sama-sama dibesarkan di group kepenulisan bernama puisi dua koma tujuh.

TENTANG KEPULANGAN

Kusaksikan arakan jenazah
Langit kembara berawan berzah

Janus A. Satya, 2014

KEPULANGANMU BUNDA

Air talkin menghujani bumi
Pucat menggigil duka

Nona Reni, 2014

Kematian adalah tamu yang pasti datang. Kehadirannya tak bisa saling tawar menawar, ianya datang tepat waktu. Ianya adalah ketentuan Allah yang berlaku bagi sekalian makhluk-makhlukNya. Sejatinya JAS maupun Nona Reni seakan ingin mengabadikan moment puitik yang dialami ataupun yang disaksikan untuk mengintimi diri agar lebih mengenal posisi diri. Mengenal kalau tiap pribadi pasti menghadapi kematian.

JAS mulai membuka pandangannya, kusaksikan arakan jenazah, adalah suatu peristiwa yang lumrah dalam setiap kematian pasti ada arakan jenazah, untuk memulai pandangannya JAS menyajikan hal yang sangat umum, yang biasa dilihat dalam sebuah prosesi kematian.

Jika JAS mengawali pandangan prosesi kepulangan adalah jenazah yang diarak ke pemakaman maka Nona Reni membuka pandangannya dengan kegiatan yang berlaku di pemakaman, setelah jenazah diadzani dan dikubur maka dibacakanlah talkin.

Pembacaan talkin adakah manfaatnya jika ianya dibacakan kepada jenazah? Bukankah jenazah sudah dikuburkan, lalu untuk apa pembacaan talkin? Mungkin inilah yang menjadikan NU dan Muhammadiyah berselisih pandangan tentang perlu tidaknya talkin dibacakan.

Apapun perbedaan di Antara umat nabi adalah rahmat, sepakat atau tidak sepakat dengan adanya talkin akan terus menjadi kontroversi, namun yang perlu kita telisik adalah asas manfaat saja yang dikandung dalam talkin.

Meski saya lahir dan dibesarkan dalam lingkungan NU, saya tak menyalahkan Muhammadiyah jika tidak menyenangi adanya pembacaan talkin bagi jenazah, namun yang perlu saya utarakan adalah isi yang ada dalam talkin, oleh ianya banyak mengandung pelajaran. Jika keberadaan pembacaan talkin tak diyakini ada manfaat bagi jenazah, saya tak akan menggugat sebab tiap kepala pastilah memiliki pandangan tersendiri, selama pembacaan talkin lebih mendekatkan diri bagi yang mendengarkan saya rasa tak ada salahnya dibacakan.

Dalam talkin terkandung ajaran kebaikan dan tambahan ilmu bagi yang mendengarkan. Talkin membahas apa yang harus dilakukan seorang hamba yang memiliki Tuhan di dalam kubur. Talkin juga bisa menguatkan imam pendengarnya sejatinya di dalamnya terdapat penajaman mata jiwa. Tentang adanya dua malaikat yang senantiasa menjadi penanya dalam kubur tentang segala lingkup yang mencakup anugerah yang telah diterima manusia dari Tuhannya.

Menhayati pembacaan talkin akan membuat tiap hati bergetar, langit kesombongan semakin runduk, tidak ada alasan untuk menepuk dada atas segala keberhasilan yang dicapai manusia sebab sejatinya adalah pemberian Allah.

Kembali pada pembahasan larik kedua dari puisi yang ditulis oleh JAS, Langit kembara berawan berzah. JAS seakan tak mau melepas pelajaran ruhani yang diterimanya lewat puisi TENTANG KEPULANGAN yang ditulisnya, meski hanya mengabarkan tentang keadaan manusia sebelum tiba di pemakaman namun JAS lebih menekankan sejatinya langit yang disaksikan penyair kala itu merupakan lukisan alam berzah. Langit kembara berawan berzah. Jadi langit yang cerah. Langit yang mengajarkan kebahagiaan telah beralih fungsi menjadi langit yang menitipkan ketakutan. Langit yang mengingatkan diri tentang akan adanya kiamat kecil yang lambat laun akan menyapa tiap manusia yakni kematian.

JAS menemukan langit yang lain, langit yang tak selalunya menggambarkan keramahan, kebahagiaan namun langit yang disaksikan JAS dalam gejolak batin menyaksikan jenazah adalah langit yang merundukkan kesombongan. Langit yang mengingatkan tentang adanya ketidak kekalan. Langit yang terus saja membatikkan keinsafan. JAS mengulang perjalanan spritualnya dengan berucap langit kembara berawan barzah.

Awan seperti apakah yang dimaksud penyair yang tertera dalam pengucapan berawan barzah? Adakah awan tersebut? Di sinilah JAS mengulah pergolakan batin, mengenalkan kematian dengan Bahasa puitik dengan menegaskan pengalamannya yang memuncak pada keinsafan, langit kembara berawan barzah. Awan yang hanya ditemukan dikehidupan di alam yang lain, bukan alam yang kita tempati ketika hidup. Alam kandungan, alam kehidupan, alam barzah dan alam kebangkitan adalah empat alam yang akan dilewati tiap manusia, keturunan nabi adam dan siti hawa. Oleh JAS tak sampai membahas puisi TENTANG KEPULANGAN  di sekitar pemakaman maka berawan barzah ialah diksi yang ingin disampaikan untuk membahas alam barzah. Alam kematain, di mana segala anugerah yang dihadiahkan Allah dipertanyakan oleh dua malaikat Munkar dan Nakir.

Lain JAS, lain pula dengan Nona Reni, di larik kedua dalam puisinya, Nona Reni semakin mempertegas pandangannya. Tentang pergolakan batin yang terjadi di sekitar pemakaman yakni Pucat menggigil duka. Ada yang begitu dahsyat yang terjadi pada seorang anak di hari kematian ibunya. Anak yang pernah diasuh dengan kasihsayang, betapa sangat kehingan. Betapa pucat telah menggigilkan duka.

Bisa saja yang hendak disampaikan penyair adalah pergolakan batin yang dirasakan oleh tiap anak atas kematian ibunya. Bisa pula perenungan yang lahir dari pembacaan talkin, yang membuat diri yang mendengarnya menjadi pucat menggigil duka. Duka akan kehilangan orang yang berharga atau ketakutan yang begitu dahsyat yang dibayangkan oleh tiap diri dalam membayangkan kematiaan. Lantaran mengenang segala amal yang telah diperbuat.

Tiap diri seakan terus didekap ketakutan tentang keadaan yang akan berlaku jika kematiaan itu tiba. Adakah yang akan menangisi kepergian atau malah kepergiaannya adalah peristiwa yang sangat dinanti oleh manusia lain di sekitarnya.

KESIMPULAN
Kematian adalah kado yang akan diberikan Allah pada tiap hamba-hambaNya. Ada yang menyambutnya dengan sukacita, ada pula yang meresponnya dengan segala ketakutan yang membabi buta. Bagi yang benar-benar mencintai Allah tiada keraguan dalam menyambut kematian, bahkan kematian menjadi suatu hal yang ingin dijemput dengan kegembiraan.

Kematian membela agama dan bangsa adalah kematian yang sangat mulia. Kematian yang akan selalu dikenang. Bagi pejuang. Pergi ke medan perang hanya ada dua pilihan, pulang membawa kemenangan atau mati dengan mendapat gelar syuhada.

Maka ketika terjadi pergolakan di Gaza, jiwa-jiwa yang benar-benar mencintai Allah takkan pernah gentar berjuang sebab kematian adalah kado yang paling dicari ketika kemenangan tak lagi bisa didapat. Ketika kemerdekaan dalam mengagungkan AsmaNya tak lagi diperoleh. Bagi yang mati sebagai syuhada bagi mereka adalah surga, tempat kembali yang nyata. Kematian mereka adalah nama yang akan terus bergema dan menjadi cerita yang harum dari masa ke masa.

Paling tidak ada tiga bekal yang takkan pernah terputus meski manusia telah mendapat gelar almarhum atau almarhumah yakni shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh/salehah yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya.

Kehadiran puisi TENTANG KEPULANGAN karya JAS dan KEPULANGANMU BUNDA karya Nona Reni paling tidak sebagai gambaran tentang keadaan batin ketika menyaksikan arakan jenazah, atau ketika jenazah dibacakan talqin. Kedua penyair sama-sama menggambarkan tentang kematian yang intinya ingin mengungkap bahwa manusia itu adalah makhluk yang pasti mengalami kematian. Kematian orang lain sejatinya adalah pelajaran pada tiap diri bahwa lambat laun kematian akan hadir dan menemui kita tanpa tawar menawar sesuai jadwal yang telah ditentukan Allah.

Baik JAS maupun Nona Reni di larik pertama yang disampaikan, sama-sama menyampaikan hal yang umum dan terkesan datar, gejolak batik hanya muncul di larik kedua. Larik kedua JAS hanya berisi gambaran bahwa di hari kematian langit yang cerah dan indah akan bermakna langit yang tak henti menitipkan gundah. Langit yang lebih akrab melukiskan alam kematian. Begitu pula yang terjadi di larik kedua Nona Reni, keadaan tiap diri adalah pucat menggigil duka. Duka karena kehilangan orang tercinta atau duka lain yang belum mampu dibayangkan, apakah kematian yang akan diterima lebih baik dari kematian yang disaksikan.

Madura, 19 September 2014
*Pengasuh Pesantren Penyair Nusantara di FB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar