Senin, 15 September 2014

HUKUM ADAT VS HUKUM ALLAH DALAM BERCINTA

Oleh: Moh. Ghufron Cholid

HUKUM ADAT VS HUKUM ALLAH DALAM BERCINTA

Adat merupakan hukum tak tertulis, yang dijalankan secara turun temurun menyentuh ragam kehidupan termasuk cinta, selama terdapat maslahat beriring dengan ajaran agama, maka bisa diamini dengan suka cita. Moh. Ghufron Cholid

TERHALANG ADAT III


wafatlah cinta dalam sepi
nisan tiada bernama

Nona Reni, 2014

Ada semacam ketakpuasan terhadap adat yang berlaku di masyarakat oleh sebab itu Nona Reni, tegak dengan lantang menyuarakan pandangannya.Dalam kaidah fiqhiyah, adat itu bisa jadi hukum. Benarlah jika suatu tempat memiliki hukum adat untuk menjaga martabat daerahnya dari segala kemungkinan terburut.

Menjadikan adat sebagai hukum tentu tidak salah sebab ianya dapat menjadikan suatu daerah lebih bermartabat dan tetap lestari. Namun perlu disikapi dengan bijak bahwa adat bikinan manusia yang tidak memiliki kesempurnaan yang utuh sebab kesempurnaan hanya milik Allah.

Wafatlah cinta dalam sepi, Nona Reni mulai menggugat adat yang dianggap timpang. Kata Wafatlah mencerminkan ada permasalahan serius yang berlaku di masyarakat sehingga ianya bisa menjadikan diri tidak puas.Wafatlah cinta bisa dimaknai kematian bagi cinta jika adat melarang kebebasan individu dalam bercinta. Untuk permasalahan ini tentu harus diinsafi dengan bijak, cinta seperti apakah yang tergolong mati (wafat).

Tentu dalam hal ini, karena gugatan penyair tidak secara spesifik alias universal dalam menyatakan wafatlah cinta, maka selaku penghayat saya pun harus menghadirkan empat anjuran dalam memilih pasangan sesuai ajaran agama Islam.Langkah ini saya ambil karena dalam hemat saya bersesuaian dengan puisi yang sedang menjadi bahan bahasan.

Ada empat kriteria dalam memilih pasangan yakni pertama ketampanan atau kecantikan, kedua kekayaan, ketiga keturunan, keempat agama.Tak bisa dipungkiri kecendrungan manusia pada ketampanan atau kecantikan merupakan tolak ukur dalam memantapkan pasangan.Kecendrungan ini sangat manusiawi, mengingat manusia lebih suka menilai hal yang tampak. Apakah meletakkan dasar ini merupakan kesalahan? Tentu kita tidak bisa menggugatnya seratus persen sebab keindahan, ketampanan dan kecantikan sangat disukai manusia.

Oleh pandangan manusia yang serba terbatas dan penglihatan Allah tiada batas sebab Allah Maha Mengetahui segala hal yang tidak diketahui manusia. Jika keindahan, ketampanan dan kecantikan pilihan utama tentunya manusia yang memiliki kekurangan fisik takkan pernah mendapatkan kesempatan bercinta. Manusia yang memiliki cacat fisik akan menjadi kaum terabaikan. Bukankah tiap manusia berhak memiliki cinta, baik mencintai maupun dicintai, bukankah menginkari cinta adalah kufur nikmat, yang diakui secara sadar atau tidak telah menyatakan bahwa Tuhan tidak adil, padahal tiap sesuatu diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan. Manusia diciptakan untuk menjadi umat terbaik. Oleh sebab itu Allah lebih melihat pada hati hamba-hambaNya daripada fisiknya.

Kekayaan pun tak bisa disangkal oleh manusia sebagai bahan pertimbangan sehingga tidak mengejutkan adanya perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.Maka wajarlah jika lamaran ditolak oleh sebab kemiskinan yang melamar, penilaian ini menjadi wajar jika menilik pada manusia yang meyakini kekayaan jaminan kebahagiaan.

Pandangan manusia tentu sangat berbeda dengan pandangan Allah sesuai firman Allah menikahlah jika kamu miskin kamilah yang akan menjadikan kaya.Jadi kekayaan bukan jaminan hidup manusia akan bahagia, oleh sebab kekayaan manusia terbatas dan secara tegas Allah telah memberikan jaminan bahwa Allah yang akan memberikan kekayaan.

Keturunan pun memang bisa jadi pertimbangan manusia dalam menetapkan syarat diterima ataupun ditolaknya ikatan cinta.Hal ini juga tidak bisa disalahkan seratus persen juga tidak bisa diamini seratus persen sebab ianya adalah hak Allah jadi kalau ini jadi jaminan kebahagiaan maka takkan pernah ada cerita anak petani menikah dengan anak pejabat. Takkan pernah ada istilah manusia berusaha dan Tuhan yang menentukan.Diskriminatif seperti ini akan membuat ketimpangan padahal secara tegas Allah berfirman sesungguhnya harta dan keturunan tak bermanfaat di hari kiamat.

Pandangan seperti inipun akan membuat manusia kerdil dan tidak berani menunjukkan jatidiri dan tidak bisa berujar inilah saya bukan inilah ayah saya. Pertimbangan agama meski diletakkan paling akhir namun merupakan intisari kebahagiaan.

Menyandarkan pasangan atas dasar agama, pilihan yang membawa kebahagiaan.Wafatlah cinta dalam sepi/nisan tiada bernama merupakan kritik atas adat yang tidak membawa maslahat dan tak sesuai ajaran agama.

Lalu bagaimana dengan lintas agama, apakah ianya diperbolehkan? Berbicara pernikahan beda agama memang marak terjadi di masyarakat. Memang diperbolehkan menikah dengan ahli kitab artinya orang yang mengimani kitab terdahulu, dalam hal ini Wanita Nasrani dan Wanita Yahudi, maka pernikahan ini diperbolehkan.
Allah SWT berfirman dalam QS Al-Maidah 5:5
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌِ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ
Artinya: Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu.


Pernikahan beda agama menurut al-qur'an antara lelaki non muslim dengan perempuan muslimah adalah haram sebagaimana Firman Allah, dalam Al-Qur’an Surah Al-Mumtahanah 60:10 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍفَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّمُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى
الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَاهُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datangberhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji(keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jikakamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamukembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiadahalal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halalpula bagi mereka.

Atau dalam Al-Quran Surah Al Baqarah 2:221 Allah SWT juga berfirman :


وَلَا تُنكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
Artinya: Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman.

Pertanyaannya sekarang adakah ahli kitab di masa sekarang, jika tidak ada maka sebaiknya pernikahan beda agama dihindari. Terlepas dari pro dan kontra pernikahan beda agama, paling tidak dapat memberi tambahan ilmu pengetahuan pada kita.





Madura, 28/08/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar