Minggu, 03 Juli 2016

PUISI-PUISI MOH. GHUFRON CHOLID TERBIT DI UTUSAN BORNEO MALAYSIA (3 JULI 2016)


 
 
 
Moh. Ghufron Cholid
TENTANG KESEDERHANAAN

Kesederhanaanmu
Buatku belajar megah hidup tak cukup mampu
Kalahkan kesantunan

Kesederhanaanmu
Buatku mengerti ketakutan-ketakutan masa kecil yang menikam
Tak berarti di masa kini juga masa depan

Kesederhaanmu
Buatku dikepung ketakjuban-ketakjuban
Mengantarkanku pada taman impian
Betapa beruntung jika kau berkenan menjadi perawat bunga-bunga di tamanku

Kesederhanaanmu
Buatku yakin menjadikanmu sebagai rusukku
Buat tubuhku utuh dalam barokah dan mahabbah Allah

Kamar Cinta, 29 Januari 2013

Moh. Ghufron Cholid
KECUPAN RAMADHAN

Kecupan ramadhan
Adalah kecupan bidadari surga
Binarkan jiwa

Kecupan ramadhan
; guyuran hujan di gurun
Letupkan kebahagiaan

Madura, 2016

Moh. Ghufron Cholid
RINDUKU PADAMU KEKASIH

Rinduku padaMu, kekasih
Semisal bumi merindu hadir mentari
Di pagi yang bening—suci

Rinduku padaMu, kekasih
Rindu gulita pada purnama
Yang menjadikan segala
Terang dan sangat terang
 
Madura, 2016
 

Jumat, 24 Juni 2016

Puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri (Indonesia)

Sutardji calzoum bachri
IDUL FITRI

Lihat
Pedang tobat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia
Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam
telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang
Telah kuhamparkan sajadah
Yang tak hanya nuju Ka’bah
tapi ikhlas mencapai hati dan darah
Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya
Maka aku girang-girangkan hatiku

Aku bilang:
Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janji-Nya
Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta
Maka walau tak jumpa denganNya
Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku padaNya
Dan semakin dekat
semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini
ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu
di ujung sisa usia
O usia lalai yang berkepanjangan
Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir
tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini
Kukenakan zirah la ilaha illAllah
aku pakai sepatu sirathal mustaqim
aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat
Dan kurayakan kelahiran kembali
di sana

 Sutardji Calzoum Bachri


Kami berada
di pinggir langit
malam ini

Kami akan memancing
Kami akan lemparkan umpan ke langit

Bukan di laut
Kami memancing
tak di sungai
apalagi di kolam

Kami yg dianggap lebih berani dari gunung
Dan disegani malaikat
Mana mungkin kami tak menghargai diri sendiri
Maka hanya pada langitlah
kami layak mencari dan pantas mendapat

Sudah kubilang
Kami bukan pemancing lautan
Jadi tidak layak bagi kami
Kalau sekedar menangkap ikan paus
Hiu atau pun todak

Para pemancing langit
Akan menangkap
Khazanah langit

Kami jadikan diri kelakuan ucapan doa kami
Sebagai umpan

Kami harus kenal benar
Diri kami
Agar mendapat umpan yang tepat

Yang tak mengenal diri
Mana mungkin
Di langit hakekat
pancingannya mendapat

Maka malam ini
Dari pinggir langit
Kami cemplungkan
Diri ke puncak
Cakrawala

Di langit
kami para majnun ini
Mengayuh diri
Sambil menggumamkan:

La ilaha illallah
Laila Laila
Laila seribu purnama

Ya kami akan menangkap
Laila malam ini
Laila seribu purnama

Sambil merindu
Kami menyanyi
La ilaha illallah
Laila Laila seribupurnama

La ilaha illallah
Laila Laila
seribu purnama
Engkaulah tanda terima cinta kami kepadaNya
Laila Laila
seribu purnama
Tangkaplah kami sang tanda redhaNya.

Biodata Penulis
Foto Profil Sutardji Calzoum Bachri
utardji Calzoum Bachri dengan sapaan akrab Bung Tardji, lahir di Rengat, Indragiri Hulu, pada tanggal 24 Juni 1941. Sutardji C. Bachri merupakan putra dari pasangan Mohammad Bachri yang berasal dari Prembun, Kutoarjo, Jawa Tengah dan May Calzum yang berasal dari Tanbelan, Riau. Beliau terlahir sebagai anak kelima dari sebelas bersaudara. Sutardji Calzoum Bachri adalah pujangga Indonesia terkemuka. Ia di beri gelar sebagai “Presiden Penyair Indonesia”. Bung Tardji memiliki seorang istri yang bernama Mariham Linda pada tahun 1982 dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Mila Seraiwangi.
Bung Tardji dikenal sebagai sastrawan pelopor puisi kontemporer. “Dalam Puisi saya, saya bebaskan kata-kata dari tradisi lapuk yang membelenggunya seperti kamus dan penjajahan seperti moral kata yang dibebankan masyarakat pada kata tertentu dengan dianggap kotor serta penjajahan gramatika. Bila kata dibebaskan, kreativitas pun dimungkinkan. Karena kata-kata menciptakan dirinya sendiri, bermain dengan dirinya sendiri, dan menentukan kemauan dirinya sendiri. Pendadakan kreatif bisa timbul, karena kata yang biasanya dianggap berfungsi sebagai penyalur pengertian tiba-tiba karena kebebasannya bisa menyungsang terhadap fungsinya. Maka timbullah hal-hal yang tidak terduga sebelumnya, yang kreatif.” Itulah yang diungkapkan Sutardji Calzoum Bahri pada dalam kredo puisinya yang terkenal pada tanggal 30 Maret 1973.
Kekontemporeran karya Sutardji Calzoum Bachri semakin dipertegas dengan perkataanya selanjutnya, yaitu, “dalam Puisi saya, kata-kata, saya biarkan bebas dalam gairahnya karena telah menemukan kebebasan, kata-kata meloncat-loncat dan menari-nari diatas kertas, mabuk dan menelanjangi dirinya sendiri, mundar-mandir dan berkali-kali menunjukkan muka dan belakangnya yang mungkin sama atau tak sama, membelah dirinya dengan bebas, menyatukan dirinya sendiri dengan yang lain untuk memperkuat dirinya, membalik dan menyungsangkan dirinya sendiri dengan bebas, saling bertentangan satu sama lainnya karena mereka bebas berbuat semaunya atau bila perlu membunuh dirinya sendiri untuk menunjukkan dirinya menolak dan berontak terhadap pengertian yang dibebankan kepadanya.”
Pada tahun 1947 beliau masuk ke sekolah rakyat (SD) dan selesai pada tahun 1953 di Bengkalis – Pekanbaru. Kemudian ia melanjutkan sekolahnya di Sekolah Menengah Pertama Negeri di Tanjungpinang, Riau. Sutardji Calzoum Bachri mengecap pendidikan tertingginya hingga tingkat doktoral di Fakultas Sosial Politik Jurusan Administrasi Negara, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Selain mengikuti pendidikan formal, Sutardji juga turut serta dalam pendidikan nonformal seperti; peserta Poetry Reading International di Rotterdam pada tahun 1974., kemudian mengikutiInternational Writing Program pada tahun 1975 di IOWA City Amerika Serikat selama satu tahun (Okober 1974 – April 1975) bersama Kiai Haji Mustofa Bisri dan Taufiq Ismail. Empat tahun kemudian (1979) Sutardji Calzoum Bahri diangkat sebagai redaktur majalah sastra Horizon, namun setelah beberapa tahun kemudian, ia memutuskan untuk keluar dari Horizon. Kemudian pada tahun 2000-2002 Sutardji Calzoum Bachri menjadi penjaga ruangan seni “Bentara”, khususnya menangani puisi pada harian Kompas. Beliau juga pernah mengikuti penataran P4 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta tahun 1984, dan lulus sebagai peringkat pertama dari 10 orang terbaik.
Awal mula masuknya Sutardji Calzoum Bachri ketika ia mulai menulis dalam surat kabar dan mingguan di Bandung, kemudian sajak-sajaknya dimuat dalam majalah Horison dan Budaya Jaya serta ruang kebudayaan Sinar Harapan dan Berita Buana. Selain itu, Bung Tardji mulai mengirimkan sajak-sajaknya ke koran lokal seperti Pikiran Rakyat di Bandung, dan Haluan di Padang. Sejak saat itulah Sutardji Calzoum Bachri mulai diperhitungkan sebagai penyair di Indonesia.
Dalam mempertunjukkan karyanya kepada pecinta sastra, beliau tidak ragu untuk menunjukkan totalitasnya di atas panggung. Ia juga berusaha ditiap penampilannya untuk tidak hilang kontak dengan penonton. ”Kehadiran sajak itu harus akrab dengan penonton, tak berjarak dengan kehidupan,” begitulah kata Bung Tardji mengenai keakrabannya dengan penonton dalam mempertunjukkan rasa kedekatannya. Ia juga tidak segan memeragakan puisinya hingga berguling-guling di atas panggung. Gayanya yang jumpalitan di atas panggung, bahkan berpuisi sambil tiduran dan tengkurap, seperti telah menempel menjadi trade mark Sutardji. ”Aku tak pernah main-main sewaktu membikin sajak, aku serius. Tapi, ketika tampil aku berusaha apa adanya, santai namun memiliki arti,” katanya.

Puisi-puisi Hasyuda Abadi (Malaysia)

Hasyuda Abadi
K U T U N D U K
Kutundukkan kemahakerdilanku
dari keserbaagungan
dari segala kemahaluasan
dari segala kemahabesaran
dari segala kemahabenaran
dari segala kemahabaqaan Tuhan.
Kutundukkan kemahafanaanku
dari segala angkuh dari segala bisik
dari segala alah dari segala helah
dari segala puja dari segala pura
dari segala haloba dari segala punca murba dunia.
Kutundukkan sifat-sifat kemahaalpaanku
menjadi patuh membangun salam khusyuk
menerawangi rahsia-rahsia cahaya iltizam diam
menghambai cemati cinta benar
istiqamah menyeberangi samudera Qalamullah.
Kutundukkan segala indera memandang
tiada selain dari putih kebenaran cahaya istighfar
kutundukkan kalbuku di lembah uzlah
kutundukkan qiamku di sukma tarbiah
kutundukkan titikku pada titikNya..

Hasyuda Abadi
pintu malamku diketuk
sedar dari belukar sukar

bangkit saat itu
dan membuka tabir cahaya.

mendengar suara: Musa telah 
diselamatkan Allah dari angkuh Firaun.

berulang datang
di gegendang dengar.

aku memandang ke dalam lipatan peristiwa.
Sepuluh Muharam:
Musa, firaun dan
bani Israil dan cahaya yang benar.

Beaufort-Sabah
Hasyuda Abadi

Izin-Mu jua membuat kutiba
menyahut lambaian ziarah
dengan khuduk mengakrab salam
Rasul Junjungan

Menjadiku lebih cinta
mekar dalami sujud memuji syukur
cair segala diam lebih qiam
tatkala lebih hampir hadir zahir

Taman-taman syurga
kudamba hadirnya di hari muka
menghakis segala dosa
pintu khusyuk mengagungi-Mu
Allahuakbar!

Masjid Nabawi,
Madinah.
25/5/2009

Biodata Penulis

Mula menceburkan diri dalam aktiviti persuratan pada 1979. Cenderung kepada penulisan puisi di samping cerpen, esei kritikan dan drama. Hasyuda antara penerima Hadiah Sastera Malaysia bagi genre puisi pada tahun 1986, Hadiah Sastera Perdana Malaysia bagi genre puisi pada 2008 dan Hadiah Sastera Sabah bagi genre puisi dan cerpen. pada tahun 1989, 1991, 1998, 2000, 2002, 2004, 2007, 2008, 2012 dan 2014.
Hasyuda merupakan penerima Anugerah Tokoh Penyair Islam Sabah pada tahun 2008, pemenang Hadiah Utama Peraduan Menulis Puisi Berunsur Islam 2011 anjuran DBP Cawangan Sabah melalui kumpulan puisinya berjudul 'Perlimbahan Cinta'. Hasyuda pernah mengikuti Program Penulis Anak Angkat Dewan Bahasa dan Pustaka Cawangan Sabah pada tahun 1987 di bawah asuhan penyair dan Sasterawan Negara Dato’ Dr. Haji Ahmad Kamal Abdullah (Kemala) dan melalui Program Penulisan Majlis Bahasa dan Sastera Asia Tenggara (Mastera) di Pusat Pengembangan Bahasa, Jakarta pada tahun 1997 di bawah pimpinan Dr. Sapardi Joko Damono, Dr. Abdul Hadi W.M dan Taufiq Ismail. Hasyuda juga pernah mewakili Malaysia sebagai perserta Kuala Lumpur Poetry Reading pada tahun 2000, Korean-Asean Poetry and Literature Festival Ke-2 (KPLF2) yang berlangsung di Pekanbaru, Riau pada 2011 dan Perhimpunan Sastra Budaya Serumpun (PSBS) pada tahun 2013 di Aie Angek, Tanah Rata, Sumatera Barat, Baca Puisi Dunia NUMERA pada 21-22 Mac 2014 di Kuala Lumpur serta Program Temu Sastera Indonesia-Malaysia di Bandung, Indonesia pada 18-22 September 2015. Skrip drama pentas Hasyuda berjudul “Takungan Bayu” telah memenangi hadiah utama dalam Peraduan Menulis Skrip Drama Pentas anjuran DBP Cawangan Sabah pada tahun 1995. Pencapaian Hasyuda dalam bidang penulisan yang lain ialah Hadiah Penyajak Terbaik Berita Sabah (1997), Hadiah Tinta Sastera (1999 dan 2004), Hadiah Karya Sulung (2002) dan Hadiah Utama Peraduan Menulis Puisi Islam (2011). Hasyuda berkelulusan Sarjana Muda Pengajian Melayu dari Universiti Terbuka Malaysia (UNITEM) telah menghasilkan lebih 1,000 buah puisi, 50 buah cerpen, 200 buah esei sastera dan 18 buah skrip drama pentas dan drama radio. Puisi-puisi Hasyuda dimuatkan dalam kumpulan puisinya: ‘Balada Paduka Mat Salleh’ (DBP, 1989), ‘Akar Cahaya’ (IPS, 1997), ‘Datang Kembali’ (IPS, 1997), 'Menginai Badai' (DBP, 2004), 'Sirna Sirna' (DBP, 2006), 'Kembali di Lahad Rahsia' (IRIS, 2008) dan ‘Pintu yang Terbuka’ (ITBM, 2014). Cerpen-cerpen Hasyuda pula dihimpunkan dalam Kumpulan Cerpen 'Sepasang Sayap Jelita' (INPES, 2004). Sebuah buku himpunan pantun karya Hasyuda juga diusahakannya dalam 'Usul Mengenal Asal' (IPS, 2014). Merupakan Ketua Satu Ikatan Penulis Sabah (IPS) sejak 1998, ahli Majlis Bahasa dan Sastera Sabah (MBSS), Ahli Seumur Hidup Persatuan Penulis Nasional (PENA) dan menjadi Pengarah Urusan Institut Penilaian Sastera (INPES).

Rabu, 25 Mei 2016

Puisi-puisi Muhammad de Putra



Muhammad de Putra
Bingkisan Milik Juni
Kepada Guru:-: Sapardi

yang berdoa dalam komposisi hujan
dan cerita tentang orang-orang yang
kabur dari amuk akhir  bulan adalah
bingkisan Juni untukmu.

senyummu dalam sampul buku adalah
badai yang tak reda-reda di luar jendela.
memabukkan langit yang melibatkan jarak
antara kita. aku bukan melankolismu
yang menerbangkan sajak-sajak pada
halaman-halaman buku-buku.

dalam doa-doaku yang takkan pernah
rangkum selesai di ujung lidah.
inilah bingkisan Juni
yang menunggu untuk kau’amini’

Milad Sastra | 2016


Muhammad de Putra
Masuklah!
Kepada Datuk; Dasri Alwi

masuklah dalam rumah
yang tak pernah menyuruhmu
untuk menguncinya.
sebelum para hawa buruk menyeruak
di ruang tamu
dan menyelinap lewat celah-celah atap.
biarkan kelenggangan ruangan
menjadi kunjungan yang tak jadi.
bagi orang-orang sombong:
rumah adalah dosa yang tak layak di kunjungi lagi.

wahai orang sombong
yang mengempati waktu untuk berkunjung.

masuklah!
masuk pada rumah kami
yang telah di cat oleh merah
dosa kalian.

Rumah Sastra | 2016

Biodata Penulis
 
Muhammad de Putra. Kelahiran 14 April 2001. Siswa kelas VIII SMPN 6 Siak Hulu, Kampar. Puisi-puisi telah tersebar di pelbagai Media Massa di Indonesia.  juara 1 lomba Cipta Puisi di Bulan Bahasa UIR tingkat SMP se-Indonesia, Juara 1 Cipta Puisi di Praktikum Sastra UR tingkat SMP se-Riau, Harapan 2 Lomba Cipta Cerpen di Bulan Bahasa UIR tingkat SMP se-Indonesia & Juara 1 Lomba Cipta Puisi tingkat Nasional seluruhnya Penyair Muda yang ditaja oleh Sabana Pustaka. Bukunya yang telah terbit Kepompong dalam Botol & Timang Gadis Perindu Ayah Penanya Bulan, Sedang meramu buku puisi tunggalnya yang ke-3 Hikayat Anak-anak Pendosa. Puisinya juga termaktub dalam beberapa antologi seperti: Merantau Malam (Sabana Pustaka, 2016), TeraKota (Liliput, 2015), Tunak Community Pena Terbang (COMPETER). Berdomisili di Pekanbaru. Bisa di hubungi Nomor HP:  085271544896, dan melalui FB: Muhammad De Putra