Senin, 29 Juni 2015

PUISI-PUISI AFRILIA UTAMI

YANG AKAN DINAMAKAN CINTA
Afrilia Utami
.
Segala malam yang kita lalui
sejauh ini, terkristalkan menjadi kapuk-kapuk
dalam bantal guling, menamakan kehadiran.
.
Akan di mana pelengkap sepasang sayap?
Yang Gibran cari agar tak patah setengah
Agar tak remuk oleh sebuah tekanan
Di udara saat maskapai biru kehilangan navigasi
tujuannya.
.
Lelaki yang akan kunamai kasihku
Waktu selalu magis di sini, dibalik selimut…
Tuhan menjadi pemutar komedi malam
Di jam nol nol sebuah shelter dalam kamar
Sekotak tissue meredam darah dari hidung.
.
Lelaki yang akan kucinta
Tersulut oleh api yang diciptakannya
dan menjadi bubuk
oleh bara yang ditinggalkan.
.
Dan Engkau pun tahu
Aku tak mau cinta yang bekerja
;seperti doa api dalam neraka
.
2015

SUNYI

aku suka sunyi, ia mengajariku untuk mengenal
tentangmu
tapi apa pelajaran yang mudah kita dengarkan dari
sunyi
selain bunyi nadi, yang berdentum dan kaku.
tapi itu adalah kehidupan.. biasanya, aku menuliskan ini sendiri di kursi kayu
mahoni
kekasihku yang malang..
lihatlah aku, lihatlah..
nafasku memendek untuk pertemanan dalam kata-kata
yang ingin kuuntaikan sebagai kalimat paling dewasa.
tapi aku malah mengerdil dengan tumpukan dingin.

bulu matamu menyulam segala warna gembira
merah, putih, hitam, biru, hijau, abu, dan warnamu.
aku selalu iri pada pelukis.
mereka mendapatkan apa yang mereka lihat.
aku juga iri pada penulis..
mereka selalu mendapatkan apa yang tak terlihat.
di seberang sini, kekasihku..
aku menunggumu. sembari terus doaku berlarian di
safari
tapi tak ada lagi tujuan selain memetik cahaya satu-
satu.

aku memiliki dua tangan.
mereka kuajari cara memberi dan berbagi.
dengan jariku, aku mampu menulis
untukmu, dekat lampu syurga.

14 desember 2012

NEGERI MANUSIA
Afrilia Utami

Biar aku mendaki
seperti hujan tahun lalu
mengembun dalam genggaman peri
jatuh cinta pada sekat dimensi
muara hilir penciptaan dilaksanakan.

angin yang mengolah udara
menari manja seperti kau, berdua
bersama denganku.

meski dalam perang sekalipun,
cinta menolak mati dalam dendam.

waktu begitu minimalis
senyuman tipis yang hilang
di dalam ruang itu
teralis membatasi antara kaca
dan lensa mata.
antara hamba dan tuhannya.

apa itu peradaban manusia, Sayangku?

kita habis untuk menulis -
banyak tragedi ke dalam penggadaian.
melawan kebiadaban para pelupa.

biar aku pelan mendakimu..
pelan tapi menujumu
pelan dengan pembakaran usia
yang dikupas dari kulit ari terluar
yang terperangkap dalam barak
dikeliling para serdadu dari balik batu biru
engkau itu aku jaga dari panasnya rindu.

Taksi biru telah menunggu..
di luar hujan mulai merembes ke dalam dada.

Sayangku, ingatlah ini dalam keabadianmu..
cinta, yang menamai kita berdua.

---------------
diketik tanggal 24 Agustus 2014




Minggu, 28 Juni 2015

PUISI-PUISI KAMIL DAYASAWA

Nawaitu

kupilih jalan ini
karena rumahmu di ujung sana
bila aku tersesat
para malaikat akan menghamp
ar sayap
langkahku yang berat akan terangkat
oleh hembus angin dari arah kiblat

kuradang semak berduri
kulitku penuh luka
darah mengucur harum bunga

tapa batu-batu hitam
membuatku lupa jalan pulang

meski tak kutahu kapan hari kudusku tiba

kuletakkan kakiku di tanah berlubang
lalu kusaksikan langit begitu jauh dari tangan

kubaringkan tubuh di bawah pohon rindang
betapa hijau daunan, setelah lama tak kupandang

Yogyakarta, 2014

Hijrah

matahari bangkit dari kesunyian makam leluhur
menjangkau barat dengan lengannya yang panjang
seribu tangan terentang di atas padang
pohon-pohon kurma menyanyikan lagu kemenangan

kami tanggalkan baju zirah warisan
tinggal pedang di tangan mengerling tajam
kota gemuruh, bedug ditabuh
langit biru memantulkan wajah kami yang lain

kendi-kendi penuh anggur kami tenggak dalam syukur
di bawah terpaan cahaya timur
kami bangun satu masjid dalam dada

berhala kami hancurkan
dupa kami padamkan
kutuk dan kultus biarlah meradang
kami punya pedang setajam iman

Yogyakarta, 2014

Garam Air Mata

angin berkabar pada cuaca
lewat suara keriap kincir
petani memanggil hujan dari dalam matanya
hatinya moksa ke padang sabana
menjumpai seribu bekas luka
yang pernah digoreskan pisau kemarau

gubuk bambu dinding bambu
tiangnya goyah oleh usia
atapnya bocor ditembus sinar langit
jejak-jejak tak teratur di lantainya
menandai waktu, ketika penambak tak ada

“mungkin ia telah lelah,” terdengar sebuah gema.

tapi kenapa ricik air berlagu
sedang hulu nasib tambak tak ketemu
muara hanya ada dalam kisah bisu tentang sorga
membangkitkan harap di ujung senyap

tanggul-tanggul bagai pagar gudang kosong
tetap diam meski terdengar jeritan
di air tenang, wajah-wajah ngambang
disesatkan arus kecil ke ceruk dalam

sedang matahari yang jauh
tak pernah menghiraukan

Yogyakarta, 2014

Pantai Nana

setelah jauh berlayar
baru kutemukan laut tenang
runcing karang menunjuk langit hujan
mendung mempercepat kesedihan
saat ikan-ikan lepas dari tangkapan

kulihat dermaga lengang
sebuah sampan tua tertambat
namun tak kutemukan seseorang
hanya deretan tembok-tembok murung
menunggu lekang digerus waktu

ingin kulempar jangkar
dan mencecap asin airmu
menghirup aroma pasir putih
di mana ingin kukubur segala perih

di lengkung cerukmu yang dalam
akan kubangun istana ikan
tempat wahyu dan ilham
mengutusku jadi Sulaiman

Yogyakarta, 2014

*sumber: Koran Indopos, 24 Januari 2015

 

 

 

 

 Riwayat Perjalanan

Kamil Dayasawa, dilahirkan di ujung timur pulau Madura pada, 05 Juni 1991. Memiliki ketertarikan dalam tulis menulis (khususnya sastra), sejak masih duduk di bangku MTs. Miftahul Ulum Batang-batang Sumenep. Akan tetapi, tidak lama berselang, ia memiliki kegemaran lain di bangku sekolah tingkat pertamanya (Fisika dan Matematika), lalu kemudian pada akhir 2008 ia kembali ke jalan asalnya (menulis sastra).
Proses kreatifnya yang paling signifikan, dilakukannya sejak duduk di bangku MA. TMI PONDOK PESANTREN AL-AMIEN PRENDUAN Sumenep. Tepatnya ketika itu dimulai sejak masih kelas III Intensif (kelas I SMA/MA). Dengan berbekal keberanian, ia masuk sebuah sanggar yang menjadi kiblat kesusastraan di pondoknya “Sanggar Sastra Al-Amien (SSA)”, yang ketika itu diketuai oleh Imam Rofi’ie (penulis banyak buku, tinggal di Yogya). Sedangkan para pembinanya, Moh. Hamzah Arsa, Ach. Shodiqil Hafil, M. Hasan Sanjuri, Ach. Nurcholis Majid, Moh. Ghufron Cholid. Mereka adalah pendahulu sekaligus pembimbing dari kamil.
Ketika masih nyantri, bersama Ruslan St dan Enha Ahyar, ia mengasuh sebuah buletin santri yang terbit setiap minggu: SEMBAHYANG. Sebuah media bagi santri yang ingin mempublikasikan karya-karyanya. Meskipun buletin ini hanya dalam lingkup lokal pesantren, tapi lumayan diapresiasi oleh banyak kalangan. Karena di samping kesibukan kegiatan yang padat, ia bersama redaktur yang lain tetap eksis menerbitkan buletin ini hingga (2010), karena ia sudah selesai masa studi. Di samping menjadi redaktur buletin SEMBAHYANG, ia juga menjadi redaktur Majalah Qalam/Suplemen Khazanah (2009-2010) dan yang tidak kalah pentingnya, ia juga sebagai pengurus Bagian Perpustakaan dan Penerbitan (BAPUSBIT, 2009-2010).
Sampai saat ini, sejak proses kreatifnya dimulai (2008), ia telah menghasilkan banyak tulisan. Beberapa dipublikasikan di media cetak atau online: Majalah Qalam, Buletin Sembahyang, Horison/Kakilangit, Radar Madura, Koran Minggu Pagi, penyairnusantara.blogspot.com, penulismuda.com, blog.gagasmedia.net. Selain itu tulisannya juga terkumpul dalam antologi bersama: ESTAFET (Ukhuwah Publisher, 2010), Akar Jejak (SSA, 2010) dan Memburu Matahari (Bisnis 2030, 2011).
Ia juga beberapakali mendapat kesempatan memenangkan berbagai sayembara. Antara lain: Juara II Lomba Menulis Puisi Kandungan Al-Quran (PORSENI Al-Amien, 2009), Juara I Lomba Menulis Puisi Inspiratif (FLP-UM, 2010), Juara Harapan III Lomba Menulis Puisi Remaja Pekan Bulan Bahasa (Pusat Bahasa, 2010) dan Juara I Sayembara Penulisan Naskah Buku Pengayaan (Kategori Puisi SLTP) yang diselenggarakan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan Nasional, Depdikbud, 2011.
Saat ini, ia sedang merantau ke Jogjakarta untuk belajar seni dan budaya dan, dalam rangka melanjutkan studinya ke perguruan tinggi (k)

MENERAPKAN KONSEP AL-QUR'AN DALAM PUISI

Oleh Moh. Ghufron Cholid

Novy Noorhayati Syahfida
SURAT DARI PESISIR
bagaimana kabarmu?
tidakkah kau lihat serpihan ombak di mataku
begitu tabah menanti kenangan itu
membentuk barisan karang, waktu ke waktu
selebihnya adalah pantai-pantai yang lepas di dadaku
memuara pada palung takdir nan piatu
sungguh, takkan kubiarkan badai menerpamu
menghapus namaku dari ceruk hatimu
Tangerang, 25 Juni 2015 (E)



SURAT DARI PESISIR, kata Novy memulai polemik tentang kehidupan yang mulai di anak tirikan. Kehidupan pesisir yang perlahan mulai dilupakan oleh sebab itu surat dari pesisir dibuat untuk tiap hati sekedar mengingatkan bahwa kehidupan pesisir bukan kehidupan nisbi, ia nyata dan kasat mata.

Surat dari pesisir, Novy mulai mengajukan kesepian dan hidup yang mulai diabaikan tentang nasib yang seharusnya mendapatkan hak yang sama untuk hidup bahagia. Mendapat pendidikan yang layak agar bisa memperbaiki nasib.

Baris awal mulai ada kegelisahan atau bisa pula sapaan untuk menyambung keakraban yang telah lama terputus. bagaimana kabarmu? kata Novy, untuk memulai ikatan batin agar jarak dan tatap mata yang sudah tak tercipta atau sudah merenggut keakraban bisa disambung lagi.

Menanyakan kabar adalah upaya memulai komunikasi yang baik di antara dua hati atau antara orang yang berada di pesisir kepada keturunannya yang telah merantau dan menjadi orang penting di tanah rantaunya.

Pertanyaan deperti ini sangat efektif dijadikan sebuah pembuka komunikasi sebab ianya bisa menjadi jalan yang dapat menghapus jarak yang begitu penuh sekat.

Pertanyaan bagaimana kabarmu lebih pada menanyakan bagaimana cara seseorang menjalani hidup. Bagaimana kabarmu adalah pertanyaan yang lebih filosofis daripada apa kabar kendati keduanya sama-sama menanyakan kabar.

Apa kabar? adalah pertanyaan yang tak memerlukan jawaban yang rumit tinggal langsung menjawab kabar baik sebab ianya tidak berkaitan dengan seni bagaimana seseorang menjalani hidup.

tidakkah kau lihat serpihan ombak di mataku/ baris kedua semacam tuntutan yang diajukan aku lirik (orang pesisir) kepada seseorang di tanah rantau yang berasal dari pesisir atau kepada orang penting yang pernah datang ke pesisir untuk mencari dukungan teruntuk dinobatkan publik untuk menjadi orang penting dengan segala janji yang pernah disampaikan sebagai pemanis yang pada akhirnya menjadi jalan untuk jadi orang penting.

Barangkali ketabahan yang mulai menipis atau ketakinginan berada dalam situasi derba ragu yang membuat aku lirik menegaskan kemirisan hidup untuk segera ditatap 'mu' lirik.
Apa yang dilakukan Novy adalah metode mengingatkan tiap diri akan suatu hal yang penting dalam al-qur'an semacam ini banyak ditemukan untuk mengingatkan manusia untuk lebih mengenal alam sekitar semisal (أفلا تتذكرون، أفلاتتدبرون، أفلاتعقلون) dan lain sebagainya. Kata tidakkah kau lihat paling tidak untuk mengingatkan akan hal penting yang pernah dialami sebagai bahan renungan agar ianya tak terjadi lagi di masa mendatang.

tidakkah kau lihat serpihan ombak di mataku
begitu tabah menanti kenangan itu
membentuk barisan karang, waktu ke waktu

Betapa kemelut yang begitu kalut yang dihadapi orang pesisir yang digambarkan, yang disampaikan penuh raungan agar orang yang dianggap penting tak menganak tirikan orang pesisir yang sangat berjasa dalam memberikan kenyamanan hidup.

Pertarungan demi pertarungan yang mewarnai hidup orang pesisir telah disampaikan dengan harapan nasib baik segera datang. Novy menggambarkan ketegaran orang pesisir namun ketegaran ini disampaikan pada khalayak dengan harapan tak menyepelekan orang pesisir. Kendati ketegaran yang dikabarkan ada misi penting yang dibawa supaya generasi muda pesisir tak mengalami pertarungan yang lebih sengit.

Ketegaran yang dimiliki oleh seseorang tentu memiliki batas dan hal inipun diungkap Novy, dengan berucap, selebihnya adalah pantai-pantai yang lepas di dadaku.

pantai-pantai yang lepas di dadaku adalah gambaran betapa meresahkan hidup berada di pesisir, ianya selalu dipenuhi pertarungan. Ianya selalu dituntut untuk berhati karang, tahan atas segala hantaman gelombang. Namun di sisi lain perlu mengabarkan kepedihan agar yang lain merasa setubuh, seruh. Merasakan derita apa yang diderita orang pesisir agar tiap diri tahu tanpa dukungan orang pesisir, orang kota atau orang yang telah menjadi orang penting penentu kebijakan tentang sejahtera tidaknya orang pesisir bisa merasakan kemelut yang sama.

Mengkhidmati denyut dua baris puisi berikut, selebihnya adalah pantai-pantai yang lepas di dadaku/memuara pada palung takdir nan piatu/ sama halnya mengkhidmati kegetiran hidup. Ada letup kegelisahan yang begitu karib yang dialami orang pesisir yang pada intinya tak ingin terjadi di masa mendatang.

Novy seakan memahami kegetiran hidup kaum pesisir dan menjadikan puisi sebagai jalan cinta untuk ditempuh sebagai pengobat luka-luka yang terlalu pedih perih.

Benarkah Novy berusaha memperbaiki nasib kaum pesisir? Bukankah yang dilakukan Novy hanya melukiskan betapa tak mengenakkan menjadi orang pesisir yang tiap perubahan detak waktu selalu dituntut untuk menjadi pribadi tangguh agar tak menyerah pada ketakberdayaan. Atau bukankah puisi ini hanya mengandung provokasi yang hanya mengumbar duka kaum pesisir.

Apa yang dilakukan Novy adalah upaya untuk membuat tiap diri semakin peka dengan segala yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dalam hal ini yang dijadikan objek pembahasan kehidupan orang pesisir dengan harapan duka yang dikabarkan di masa kini tak terjadi di masa mendatang.

Inilah ketegasan Novy dalam memperjuangkan nasib orang pesisir, sungguh, takkan kubiarkan badai menerpamu/
menghapus namaku dari ceruk hatimu/ atau bahasa yang lebih mudah dipahami akan aku lakukan apa saja agar kau terus mengingatku.

Dua baris akhir di puisi adalah penanda bahwa untuk meraih kebahagiaan hidup bukan dengan cara menunggu keajaiban turun dari langit melainkan bergerak menjemput kebahagiaan hal ini senada dengan firman Allah, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum tersebut berusaha mengubah nasib mereka sendiri.

Madura, 26 Juni 2015
Sumber http://www.konfrontasi.com/content/budaya/menerapkan-konsep-al-quran-dalam-puisi
MENERAPKAN KONSEP AL-QUR'AN DALAM PUISI
Oleh Moh. Ghufron Cholid
Novy Noorhayati Syahfida
SURAT DARI PESISIR
bagaimana kabarmu?
tidakkah kau lihat serpihan ombak di mataku
begitu tabah menanti kenangan itu
membentuk barisan karang, waktu ke waktu
selebihnya adalah pantai-pantai yang lepas di dadaku
memuara pada palung takdir nan piatu
sungguh, takkan kubiarkan badai menerpamu
menghapus namaku dari ceruk hatimu
Tangerang, 25 Juni 2015 (E)

SURAT DARI PESISIR, kata Novy memulai polemik tentang kehidupan yang mulai di anak tirikan. Kehidupan pesisir yang perlahan mulai dilupakan oleh sebab itu surat dari pesisir dibuat untuk tiap hati sekedar mengingatkan bahwa kehidupan pesisir bukan kehidupan nisbi, ia nyata dan kasat mata.
Surat dari pesisir, Novy mulai mengajukan kesepian dan hidup yang mulai diabaikan tentang nasib yang seharusnya mendapatkan hak yang sama untuk hidup bahagia. Mendapat pendidikan yang layak agar bisa memperbaiki nasib.
Baris awal mulai ada kegelisahan atau bisa pula sapaan untuk menyambung keakraban yang telah lama terputus. bagaimana kabarmu? kata Novy, untuk memulai ikatan batin agar jarak dan tatap mata yang sudah tak tercipta atau sudah merenggut keakraban bisa disambung lagi.
Menanyakan kabar adalah upaya memulai komunikasi yang baik di antara dua hati atau antara orang yang berada di pesisir kepada keturunannya yang telah merantau dan menjadi orang penting di tanah rantaunya.
Pertanyaan deperti ini sangat efektif dijadikan sebuah pembuka komunikasi sebab ianya bisa menjadi jalan yang dapat menghapus jarak yang begitu penuh sekat.
Pertanyaan bagaimana kabarmu lebih pada menanyakan bagaimana cara seseorang menjalani hidup. Bagaimana kabarmu adalah pertanyaan yang lebih filosofis daripada apa kabar kendati keduanya sama-sama menanyakan kabar.
Apa kabar? adalah pertanyaan yang tak memerlukan jawaban yang rumit tinggal langsung menjawab kabar baik sebab ianya tidak berkaitan dengan seni bagaimana seseorang menjalani hidup.
tidakkah kau lihat serpihan ombak di mataku/ baris kedua semacam tuntutan yang diajukan aku lirik (orang pesisir) kepada seseorang di tanah rantau yang berasal dari pesisir atau kepada orang penting yang pernah datang ke pesisir untuk mencari dukungan teruntuk dinobatkan publik untuk menjadi orang penting dengan segala janji yang pernah disampaikan sebagai pemanis yang pada akhirnya menjadi jalan untuk jadi orang penting.
Barangkali ketabahan yang mulai menipis atau ketakinginan berada dalam situasi derba ragu yang membuat aku lirik menegaskan kemirisan hidup untuk segera ditatap 'mu' lirik.
Apa yang dilakukan Novy adalah metode mengingatkan tiap diri akan suatu hal yang penting dalam al-qur'an semacam ini banyak ditemukan untuk mengingatkan manusia untuk lebih mengenal alam sekitar semisal (أفلا تتذكرون، أفلاتتدبرون، أفلاتعقلون) dan lain sebagainya. Kata tidakkah kau lihat paling tidak untuk mengingatkan akan hal penting yang pernah dialami sebagai bahan renungan agar ianya tak terjadi lagi di masa mendatang.
tidakkah kau lihat serpihan ombak di mataku
begitu tabah menanti kenangan itu
membentuk barisan karang, waktu ke waktu
Betapa kemelut yang begitu kalut yang dihadapi orang pesisir yang digambarkan, yang disampaikan penuh raungan agar orang yang dianggap penting tak menganak tirikan orang pesisir yang sangat berjasa dalam memberikan kenyamanan hidup.
Pertarungan demi pertarungan yang mewarnai hidup orang pesisir telah disampaikan dengan harapan nasib baik segera datang. Novy menggambarkan ketegaran orang pesisir namun ketegaran ini disampaikan pada khalayak dengan harapan tak menyepelekan orang pesisir. Kendati ketegaran yang dikabarkan ada misi penting yang dibawa supaya generasi muda pesisir tak mengalami pertarungan yang lebih sengit.
Ketegaran yang dimiliki oleh seseorang tentu memiliki batas dan hal inipun diungkap Novy, dengan berucap, selebihnya adalah pantai-pantai yang lepas di dadaku.
pantai-pantai yang lepas di dadaku adalah gambaran betapa meresahkan hidup berada di pesisir, ianya selalu dipenuhi pertarungan. Ianya selalu dituntut untuk berhati karang, tahan atas segala hantaman gelombang. Namun di sisi lain perlu mengabarkan kepedihan agar yang lain merasa setubuh, seruh. Merasakan derita apa yang diderita orang pesisir agar tiap diri tahu tanpa dukungan orang pesisir, orang kota atau orang yang telah menjadi orang penting penentu kebijakan tentang sejahtera tidaknya orang pesisir bisa merasakan kemelut yang sama.
Mengkhidmati denyut dua baris puisi berikut, selebihnya adalah pantai-pantai yang lepas di dadaku/memuara pada palung takdir nan piatu/ sama halnya mengkhidmati kegetiran hidup. Ada letup kegelisahan yang begitu karib yang dialami orang pesisir yang pada intinya tak ingin terjadi di masa mendatang.
Novy seakan memahami kegetiran hidup kaum pesisir dan menjadikan puisi sebagai jalan cinta untuk ditempuh sebagai pengobat luka-luka yang terlalu pedih perih.
Benarkah Novy berusaha memperbaiki nasib kaum pesisir? Bukankah yang dilakukan Novy hanya melukiskan betapa tak mengenakkan menjadi orang pesisir yang tiap perubahan detak waktu selalu dituntut untuk menjadi pribadi tangguh agar tak menyerah pada ketakberdayaan. Atau bukankah puisi ini hanya mengandung provokasi yang hanya mengumbar duka kaum pesisir.
Apa yang dilakukan Novy adalah upaya untuk membuat tiap diri semakin peka dengan segala yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dalam hal ini yang dijadikan objek pembahasan kehidupan orang pesisir dengan harapan duka yang dikabarkan di masa kini tak terjadi di masa mendatang.
Inilah ketegasan Novy dalam memperjuangkan nasib orang pesisir, sungguh, takkan kubiarkan badai menerpamu/
menghapus namaku dari ceruk hatimu/ atau bahasa yang lebih mudah dipahami akan aku lakukan apa saja agar kau terus mengingatku.
Dua baris akhir di puisi adalah penanda bahwa untuk meraih kebahagiaan hidup bukan dengan cara menunggu keajaiban turun dari langit melainkan bergerak menjemput kebahagiaan hal ini senada dengan firman Allah, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum tersebut berusaha mengubah nasib mereka sendiri.
Madura, 26 Juni 2015
__________________________________________________________________________

Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I lahir dan dibesarkan di lingkungan pesantren. Karya-karyanya tersebar diberbagai media seperti Mingguan Malaysia, New Sabah Times, Mingguan Wanita Malaysia,Mingguan WartaPerdana, Utusan Borneo, Tunas Cipta,
Daily Ekspres dll juga terkumpul dalam berbagai antologi baik cetak maupun online, terbit di dalam maupun luar negeri seperti Mengasah Alief, Epitaf Arau,Akar Jejak,Jejak Sajak, Menyirat Cinta Haqiqi, Sinar Siddiq, Ketika Gaza Penyair Membantah, Unggun Kebahagiaan, Anjung Serindai, Poetry-poetry 120 Indonesian Poet, Flows into the Sink into the Gutter,Indonesian Poems Among the Continents, dll. Beberapa puisinya pernah dibacakan di Japan Foundation Jakarta (10 Agustus 2011), di UPSI Perak Malaysia (25 Februari 2012), di Rumah PENA Kuala Lumpur Malaysia(2 Maret 2012) dan di Rumah Makan Biyung Jemursari Surabaya dalam acara buka bersama Pipiet Senja (30 Juli 2012),di Jogja dalam Save Palestina (2012), di Sragen dalam temu 127 Penyair Dari Sragen Memandang Indonesia (20 Desember 2012), di Pekalongan dalam Indonesia di Titik 13 (Maret 2013), di Sastra Reboan dalam Temu Sastra Indonesia-Malaysia (Agustus 2013), di P.O.RT AmanJaya, Mydin Mall dan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam Kongres Penyair Sedunia ke 33 (21,23,26 Oktober 2013), di Brunei ketika menikmati indah
kampoeng air (7 November 2013) di Al-Izzah Islamic Boarding School Batu Jawa Timur dalam safari menulis bersama Pipiet Senja dkk (Juli, 2014). Alamat Rumah Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong KomisKedungdung Sampang Madura. HP 087759753073
- See more at: http://www.konfrontasi.com/content/budaya/menerapkan-konsep-al-quran-dalam-puisi#sthash.5VJC6MW5.dpuf
MENERAPKAN KONSEP AL-QUR'AN DALAM PUISI
Oleh Moh. Ghufron Cholid
Novy Noorhayati Syahfida
SURAT DARI PESISIR
bagaimana kabarmu?
tidakkah kau lihat serpihan ombak di mataku
begitu tabah menanti kenangan itu
membentuk barisan karang, waktu ke waktu
selebihnya adalah pantai-pantai yang lepas di dadaku
memuara pada palung takdir nan piatu
sungguh, takkan kubiarkan badai menerpamu
menghapus namaku dari ceruk hatimu
Tangerang, 25 Juni 2015 (E)

SURAT DARI PESISIR, kata Novy memulai polemik tentang kehidupan yang mulai di anak tirikan. Kehidupan pesisir yang perlahan mulai dilupakan oleh sebab itu surat dari pesisir dibuat untuk tiap hati sekedar mengingatkan bahwa kehidupan pesisir bukan kehidupan nisbi, ia nyata dan kasat mata.
Surat dari pesisir, Novy mulai mengajukan kesepian dan hidup yang mulai diabaikan tentang nasib yang seharusnya mendapatkan hak yang sama untuk hidup bahagia. Mendapat pendidikan yang layak agar bisa memperbaiki nasib.
Baris awal mulai ada kegelisahan atau bisa pula sapaan untuk menyambung keakraban yang telah lama terputus. bagaimana kabarmu? kata Novy, untuk memulai ikatan batin agar jarak dan tatap mata yang sudah tak tercipta atau sudah merenggut keakraban bisa disambung lagi.
Menanyakan kabar adalah upaya memulai komunikasi yang baik di antara dua hati atau antara orang yang berada di pesisir kepada keturunannya yang telah merantau dan menjadi orang penting di tanah rantaunya.
Pertanyaan deperti ini sangat efektif dijadikan sebuah pembuka komunikasi sebab ianya bisa menjadi jalan yang dapat menghapus jarak yang begitu penuh sekat.
Pertanyaan bagaimana kabarmu lebih pada menanyakan bagaimana cara seseorang menjalani hidup. Bagaimana kabarmu adalah pertanyaan yang lebih filosofis daripada apa kabar kendati keduanya sama-sama menanyakan kabar.
Apa kabar? adalah pertanyaan yang tak memerlukan jawaban yang rumit tinggal langsung menjawab kabar baik sebab ianya tidak berkaitan dengan seni bagaimana seseorang menjalani hidup.
tidakkah kau lihat serpihan ombak di mataku/ baris kedua semacam tuntutan yang diajukan aku lirik (orang pesisir) kepada seseorang di tanah rantau yang berasal dari pesisir atau kepada orang penting yang pernah datang ke pesisir untuk mencari dukungan teruntuk dinobatkan publik untuk menjadi orang penting dengan segala janji yang pernah disampaikan sebagai pemanis yang pada akhirnya menjadi jalan untuk jadi orang penting.
Barangkali ketabahan yang mulai menipis atau ketakinginan berada dalam situasi derba ragu yang membuat aku lirik menegaskan kemirisan hidup untuk segera ditatap 'mu' lirik.
Apa yang dilakukan Novy adalah metode mengingatkan tiap diri akan suatu hal yang penting dalam al-qur'an semacam ini banyak ditemukan untuk mengingatkan manusia untuk lebih mengenal alam sekitar semisal (أفلا تتذكرون، أفلاتتدبرون، أفلاتعقلون) dan lain sebagainya. Kata tidakkah kau lihat paling tidak untuk mengingatkan akan hal penting yang pernah dialami sebagai bahan renungan agar ianya tak terjadi lagi di masa mendatang.
tidakkah kau lihat serpihan ombak di mataku
begitu tabah menanti kenangan itu
membentuk barisan karang, waktu ke waktu
Betapa kemelut yang begitu kalut yang dihadapi orang pesisir yang digambarkan, yang disampaikan penuh raungan agar orang yang dianggap penting tak menganak tirikan orang pesisir yang sangat berjasa dalam memberikan kenyamanan hidup.
Pertarungan demi pertarungan yang mewarnai hidup orang pesisir telah disampaikan dengan harapan nasib baik segera datang. Novy menggambarkan ketegaran orang pesisir namun ketegaran ini disampaikan pada khalayak dengan harapan tak menyepelekan orang pesisir. Kendati ketegaran yang dikabarkan ada misi penting yang dibawa supaya generasi muda pesisir tak mengalami pertarungan yang lebih sengit.
Ketegaran yang dimiliki oleh seseorang tentu memiliki batas dan hal inipun diungkap Novy, dengan berucap, selebihnya adalah pantai-pantai yang lepas di dadaku.
pantai-pantai yang lepas di dadaku adalah gambaran betapa meresahkan hidup berada di pesisir, ianya selalu dipenuhi pertarungan. Ianya selalu dituntut untuk berhati karang, tahan atas segala hantaman gelombang. Namun di sisi lain perlu mengabarkan kepedihan agar yang lain merasa setubuh, seruh. Merasakan derita apa yang diderita orang pesisir agar tiap diri tahu tanpa dukungan orang pesisir, orang kota atau orang yang telah menjadi orang penting penentu kebijakan tentang sejahtera tidaknya orang pesisir bisa merasakan kemelut yang sama.
Mengkhidmati denyut dua baris puisi berikut, selebihnya adalah pantai-pantai yang lepas di dadaku/memuara pada palung takdir nan piatu/ sama halnya mengkhidmati kegetiran hidup. Ada letup kegelisahan yang begitu karib yang dialami orang pesisir yang pada intinya tak ingin terjadi di masa mendatang.
Novy seakan memahami kegetiran hidup kaum pesisir dan menjadikan puisi sebagai jalan cinta untuk ditempuh sebagai pengobat luka-luka yang terlalu pedih perih.
Benarkah Novy berusaha memperbaiki nasib kaum pesisir? Bukankah yang dilakukan Novy hanya melukiskan betapa tak mengenakkan menjadi orang pesisir yang tiap perubahan detak waktu selalu dituntut untuk menjadi pribadi tangguh agar tak menyerah pada ketakberdayaan. Atau bukankah puisi ini hanya mengandung provokasi yang hanya mengumbar duka kaum pesisir.
Apa yang dilakukan Novy adalah upaya untuk membuat tiap diri semakin peka dengan segala yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dalam hal ini yang dijadikan objek pembahasan kehidupan orang pesisir dengan harapan duka yang dikabarkan di masa kini tak terjadi di masa mendatang.
Inilah ketegasan Novy dalam memperjuangkan nasib orang pesisir, sungguh, takkan kubiarkan badai menerpamu/
menghapus namaku dari ceruk hatimu/ atau bahasa yang lebih mudah dipahami akan aku lakukan apa saja agar kau terus mengingatku.
Dua baris akhir di puisi adalah penanda bahwa untuk meraih kebahagiaan hidup bukan dengan cara menunggu keajaiban turun dari langit melainkan bergerak menjemput kebahagiaan hal ini senada dengan firman Allah, Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum tersebut berusaha mengubah nasib mereka sendiri.
Madura, 26 Juni 2015
__________________________________________________________________________

Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I lahir dan dibesarkan di lingkungan pesantren. Karya-karyanya tersebar diberbagai media seperti Mingguan Malaysia, New Sabah Times, Mingguan Wanita Malaysia,Mingguan WartaPerdana, Utusan Borneo, Tunas Cipta,
Daily Ekspres dll juga terkumpul dalam berbagai antologi baik cetak maupun online, terbit di dalam maupun luar negeri seperti Mengasah Alief, Epitaf Arau,Akar Jejak,Jejak Sajak, Menyirat Cinta Haqiqi, Sinar Siddiq, Ketika Gaza Penyair Membantah, Unggun Kebahagiaan, Anjung Serindai, Poetry-poetry 120 Indonesian Poet, Flows into the Sink into the Gutter,Indonesian Poems Among the Continents, dll. Beberapa puisinya pernah dibacakan di Japan Foundation Jakarta (10 Agustus 2011), di UPSI Perak Malaysia (25 Februari 2012), di Rumah PENA Kuala Lumpur Malaysia(2 Maret 2012) dan di Rumah Makan Biyung Jemursari Surabaya dalam acara buka bersama Pipiet Senja (30 Juli 2012),di Jogja dalam Save Palestina (2012), di Sragen dalam temu 127 Penyair Dari Sragen Memandang Indonesia (20 Desember 2012), di Pekalongan dalam Indonesia di Titik 13 (Maret 2013), di Sastra Reboan dalam Temu Sastra Indonesia-Malaysia (Agustus 2013), di P.O.RT AmanJaya, Mydin Mall dan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam Kongres Penyair Sedunia ke 33 (21,23,26 Oktober 2013), di Brunei ketika menikmati indah
kampoeng air (7 November 2013) di Al-Izzah Islamic Boarding School Batu Jawa Timur dalam safari menulis bersama Pipiet Senja dkk (Juli, 2014). Alamat Rumah Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong KomisKedungdung Sampang Madura. HP 087759753073
- See more at: http://www.konfrontasi.com/content/budaya/menerapkan-konsep-al-quran-dalam-puisi#sthash.5VJC6MW5.dpuf

Senin, 15 Juni 2015

PUISI-PUISI FRIESKA RARA BERLIAN (INDONESIA)




KETIKA HATI BERDZIKIR
: Mendaras Cahaya

Membentang CahyaMu, Tuhan
airmata dzikir menyamudera putih

Frieska, Juni 2014

AIR MATA PALESTINA

ayah, mamah lihatlah aku
desing peluru melesap tepat di wajahku
sakitku bukan karena peluru menembus kulit dan membuncah darahku
Tapi tanahku telah kotor dirampas kaum zionis.

-Pray to Gaza Pelestine

KUGORESKAN RINDUKU DI KERTAS USANG
: Ayah

ayah..!
sekelebat malam, bayangmu nampak di terangnya bulan
aku rindu kehangatan peluk kasih sayang,
ayah..!
begitu malang hari-hari yang aku terjang
kauhadir dalam bayang-bayang yang panjang
ayah..!
di kelopak malam senyummu begitu cerlang
bintang gemintang bercahaya terang
ayah..!
dadaku tergoncang,
menahan kerinduan yang usang.
______________________________________
Frieska, BandungOfMemory-2014

Biodata Penulis
Frieska Rara Berlian lahir 19 Maret 1992 di Semarang. Saat ini Tinggal di Kota Bandung. Suka menulis sejak sekolah menengah pertama dan warna favorite hijau biru merah. Pernah juara 2 di ajang lomba puisi singkat dua koma tujuh.bersama dan menetap di Bandung

Puisi-puisi Noor Aisah Maidin (Penyair Malaysia)





MUNAJAT JIWA

TanpaNya
segala warna tiada indah
semua tuju tiada makna
segenap buat tiada upaya
seluruh hidup tiada guna

DenganNya
sekecil mana jua, mega jadinya
sehalus apa jua, nyata rupanya
sezarah bagaimana jua, wujud adanya
sekuman di mana jua, benderang hasilnya

JARING

Tika segala pintu tertutup buatmu
bertalu kau ketuk pintuNya berulang panjang
doa dan harap dikau terobos paksakan
walau dari sedemikian kecil liang
pada tiap saat pembaringan
atau dalam laju jalanmu
mengisi keperluan hidup
pintamu sepanjang siang
hatta
dalam mimpimu jua
Lalu kau bertanya
mengapa Yang Maha Mendengar
tiada menyahut pintamu
tiada sebutir isyarat
jangankan cahaya petunjuk
untuk lolos daripada rimba gelap mencemaskan

Siapakah dikau
tika emas rezeki mencurah dari langit takdir
memberimu sejuk dingin di dalam kamar kerja
kereta berjenama siaga mengikut perintah hendak ke
mana
Bukankah telunjukmu sungguh berbisa
tiap arah, menyanggah pasti kau usir
hukummu, dia penganggur berjenama senarai hitam
dan
sedang bibik yang kelu bicara
terpinga menyambut pulang dini harimu berbau segala
nista dosa
laung muazin, mimpimu berbunga-bunga
entah bila anakmu di meja sarapan
keluar mencari ilmu di dada
kau masih memeluk bantal lena
berenak-enak dibelai jemari pura tadi malam

Di mana dikau dalam letak timbang tara
buat mempersoal keadilanNya
atau
padamu, terbelikah ampun magfirahNya
di sempit nyawamu kini
berimbang segala dusta angan bikinan nafsumu
yang merantai puluhan tahun jumlahnya?

Siapakah dikau buat mempersoalkannya.

Tiada suatu pun
Tiada apa pun
selain untukNya dan hanya Dia
... demi wujudku,
hambaNya

BUAH CINTA BENARKAH?

Mengapa mesti ada perantara makbul cinta kasih
bening tulus
bukankah hanya Siti Hawa mengisi ruang dada Adam
meruntun damba kasih
bertatih dan berlari  di Jabal Rahmah
membawa wangian kuntum kasih
di belantara tandus
hanya mereka

Nestapa
mengapa menjadi uji
bagai tiada surutnya telingkah dan pencil sayat luka
hingga terpinggir
mencari sungging bahagia
di mana hanyut teluk buana mendebur sisanya!

Walang berulang-ulang
bersipongang di dinding-dinding lohong tanya
mengapa tiada jua sekacip jawapan
selain amarah dan dendam membara
pada khilaf di jajaran masa
bersama ungkit dan bangkit
kritik dan herdik
menancap-nancap di lantai lara
dengan kesumba bagai tikar menghampar masa
dan tawa dia bagai serigala malam
siaga mencekup mangsa
mengecaikan daing-daging
buat santapannya
siang atau malam
dia hanya menunggu masa

Wahai sang kekasih
kalut wajahmu pasi tiada darah
wangian arjunaku
bermusim-musim lalu kupuja
kusayangi
kusanjungi
hanya tinggal bantal bersulam air mata
daku tidak berdaya!

ii
Ini telapak tanganku
yang menerima segala kurangmu
menjadi kelebihanku

Tiadakah pudar warnanya
menjadi tumpu luruh jiwamu
pada olakan masa
yang terlalu lama
aku telah lupa
pedih luka tangan ini

Tapak tangan ini
yang bergarit luka
pisau dan serai
telah meramaikan dapur
membesarkan anak-anak kita
Saudara-saudaraku
Saudara-saudaramu
air tangan ini
sebanding tiada!
Kemana luruh bunyi pujimu
tiada kudengar lagi.

Pun tangan ini
mengikat lukamu
tika
pada libas tajamnya masa
kita harungi jua
tanpa kain pembalut
hanya selendangku
tiadakah manis buat kau kenang?

Tangan ini
padanya pena menari-nari
membenih juta kata
buat mereka
dan mereka mengamatinya
sebagai kristal penghias meja solek
atau kuntum di meja makan
ataukah bagai sutera
di safrah bahagia
sesekali menjadi sapu tangan
mengelap nestapa rasa
tiadakah dikau terkesiama membacanya?

Tangan ini
yang memberi
dan terus menginfakkan tulus hati
mengangkat pandang mereka
bahawa dikau punya aku
yang tak perlu diajari mengasihani
tiadakah terngadah dikau
dihantuk benar kata?

Aku bertanya lagi
tiada apa-apakah tangan ini
pernah mendoakan selamatmu berpulang ke pangkuan
dan
mengapa jatuh pujimu
pada tangan yang baru secuil memberimu air seteguk penghilang dahaga?



NOOR AISAH MAIDIN
Masjid Bandaraya Kota Kinabalu
28042014: 1744

KULIT

Sekalian selirat darah dan daging
yang memegang tulang hayatmu
dirajahkan
lapisan demi lapisan kulit
dicontengi warna-warna tanah
lalu kau bawa ia ke tengah samudera
padang datar
atau pergunungan
tiada jua ia lelah
selain kian hilang daya pada hukum masa

Pernahkah sekali kauucap syukur pada khidmat gratisnya?

BIODATA NOOR AISAH MAIDIN
Noor Aisah Maidin dilahirkan di bandar raya Kota Kinabalu semasa bandar raya tersebut dikenali sebagai Jesselton. Mendapat pendidikan awal di SRK Kelanahan Papar kemudian melanjutkan pelajaran hingga tingkatan 6 di Melaka. Kelulusan Sarjana Muda Bahasa Melayu dan Kesusasteraan Melayu daripada Universiti Putra Malaysia ini kini menjadi guru Bahasa Melayu, Pendidikan Seni Visual dan Kesusasteraan Melayu. Beliau pernah berkhidmat sebagai juruhebah radio RTM Kota Kinabalu selama 7 tahun mulai tahun 1984. Dalam bidang penulisan, beliau mula menulis pada tahun 1982 dengan cerpen pertamanya tersiar dalam akhbar Mingguan Wanita. Kemudian beliau menulis sajak, pantun dan madah untuk dimuatkan dalam akhbar dan majalah termasuk untuk siaran radio. Beliau juga telah menghasilkan puluhan skrip drama radio di samping telah melakonkan ratusan drama radio. Beliau beberapa kali memenangi pertandingan penulisan puisi Islam dan cerpen Islam. Karya beliau termuat dalam antologi bersama pelatih Maktab Perguruan Gaya Kota Kinabalu berjodol “Pemberian”. Mutahkir dalam penghasilan antologi “MH370”. Beliau juga mengetuai penghasilan rakaman suara cakera padat antologi puisi 7 penyair wanita Sabah bertajuk “Sekudup Rindu” pada tahun 2014. Kini beliau sering diundang menjadi pengacara majlis rasmi, mendendang syair dan gurindam selain mendeklamasi sajak. Beliau juga diberi kepercayaan menghakimi pertandingan seni dan sastera termasuk syair, pantun dan nyanyian.

Sabtu, 06 Juni 2015

MANUSIA KREATIF DAN POLEMIK YANG HARUS DITAKLUKKAN

Oleh Moh. Ghufron Cholid

Penyair bisa juga disebut manusia kreatif, selain tak henti berproses dalam bentuk pengucapan, ianya akan senantiasa mengadakan pertaruhan demi pertaruhan termasuk dari segi penyajian bentuk. Moh. Ghufron Cholid

Muhammad Lefand
ESTETIKA

entah berapa makna
setiap tafsir selalu berbeda
tentang definisi yang sementara
estetika tak dapat menemukan mata
tiap pandangan hanya menembus koma
intim diksi semata terjebak risalah kata-kata
kepada teks tak cukup untuk memaksakan tanda
akan kesempurnaan yang sebenarnya tetap rahasia

Jember, 09-05-2015

SELEMBAR SURAT PUISI

setelah berpisah
engkau jauh dikisah
lelah rindu jadi risalah
entah tak terhitung resah
malam purnama hilang cerah
bersama darah yang ikut pasrah
akan takdir jarak pertemuan wajah
rasa sepi simpan kata penuh lembah

surat ini
untuk berkabar diri
rahasia kutulis seperti puisi
agar semua luka tak lelah dimengerti
tentang pertemuan yang terpisah gugurnya pagi

padamu aku ingin
ungkap harap yang telah dingin
ikat kebahagiaan, nikmati semilir angin
seperti sepasang merpati di atas pohon beringin
indah tentu bila apa yang kuingin, engkau juga sama
ingin

Jember, 09-05-2015

Muhammad Lefand yang baru-baru ini menerbitkan buku jangan panggil aku penyair juga ikut andil menawarkan rupa puisi dari segi bentuk, yang oleh pencetusnya dimanai puisi Sakmasek, yang konon nama ini diilhami oleh Arca Maya Pada, yang ketika itu memberinkan komentar pada karya Muhammad Lefand Asepsap, yang kemudian diartikan menjadi Sakmasek.

Tak ada ide yang lahir dengan sendirinya sebab ianya muncul karena dilatar belakangi ragam faktor, baik bersinggungan langsung dengan permasalahan ataupun ianya dilahirkan ketika menjadi saksi mata dari sebuah perjalanan kreativitas.

Muhammad Lefand lewat dua puisinya berjudul ESTETIKA dan SELEMBAR SURAT PUISI telah mencoba menawarkan sebuah rupa sebagai penanda diri manusia kreatif dari sisi bentuk puisi.
Mengamati dua puisi yang dihadirkan, paling tidak ada dua rupa yang ditawatkan yakni puisi berpola akrostik (puisi yang jika disusun ke bawah akan membentuk nama atau sebuah kejadian) dan puisi berbentuk piramid.

Kehadiran puisi Sakmasek juga mendapatkan apresiasi dari penyair Muhammad Rois Rinaldi yang baru-baru ini menerbitkan buku puisi berjudul TERLEPAS, berikut apresiasinya, siapapun boleh mengajukan hasil pikir dan olah empirisnya dalam dunia perpuisian. Sakmasek--senada dengan 2,7--mengajukan puisi berpola. Bukan baru, memang. Apa lagi mengaitkan dengan akrostik. Hanya beberapa aksen ditambahi. Semoga pola ini lolos uji waktu dan alam semesta.

Tiap kreativitas tentunya melahirkan pro dan kontra, selalu ada cara mendewasakan diri dari sebuah pengembaraan kreativitas, hanya yang istiqamah yang kelak bisa dikenali permata.
Menamai sebuah kreativitas adalah hak tiap diri namun konsekuensi yang harus dihadapi adalah gempuran, demikian cara waktu menyeleksi. Ada yang cepat melejit, menggemparkan lalu perlahan hilang dan dilupakan.

Dalam puisi berjudul ESTETIKA yang diusung bagaimana penyair menyematkan pandangannya tentang sebuah estetika. Yang lebih ditekankan dari estetika adalah kesempurnaan sebenarnya sifatnya rahasia.
Yang tak bisa disangkal adalah pro dan kontra dari segi bentuk dan tanda namun yang terpenting dari keduanya adalah kesempurnaan dari estetika itu terletak pada sifatnya yang masih rahasia. Dalam puisi berjudul SELEMBAR SURAT PUISI secara runut penyair menghadirkan polemik namun intisari juga ditegaskan adalah keinginan yang saling bersambut membuat hati semakin lembut.

Madura, 31 Mei 2015