Sabtu, 06 Juni 2015

TIGA PENYAIR PEREMPUAN YANG MENGGAMBAR HATI MANUSIA

Oleh Moh. Ghufron Cholid

Penyair selalu memiliki cara mengurai mata rahasia yang ditumbuhi riuh juga penyerahan total atas segala yang berdegup, kesemuanya ditempuh dengan jalur puisi. Moh. Ghufron Cholid
Novy Noorhayati Syahfida
KEPULANGAN


terlalu banyak yang ingin kulupakan
sekoper kenangan tentangmu
riuhnya sepasang kecupan
juga mata yang selalu memelukku, matamu
yang menyimpan keping rahasia di rentang waktu
mengalir ke sungai-sungai sepi
singgah di hilir yang sunyi
sebagai air yang jatuh
sebagai alamat berlabuh
dari sebuah kepulangan yang jauh

Tangerang, 05/06/2015

RESAH YANG MEMANJANG

Bila saja air hujan ini bisa kujadikan tinta
Ingin kutuliskan berapa banyak luka dan kecewa
Yang telah kau goreskan namun enggan kau baca
Haruskan kisah menggelisah selalu terbuhul tanda tanya

Sherly Jewlis Lee ( 7-6-2015 )

Noor Aisah Maidin (Penyair Malaysia)
MUNAJAT JIWA

TanpaNya
segala warna tiada indah
semua tuju tiada makna
segenap buat tiada upaya
seluruh hidup tiada guna

DenganNya
sekecil mana jua, mega jadinya
sehalus apa jua, nyata rupanya
sezarah bagaimana jua, wujud adanya
sekuman di mana jua, benderang hasilnya

Dari segi judul ketiga perempuan yang menulis puisi memiliki cara ungkap yang tentunya berbeda. Novy terbilang memilih jalur remang-remang yang jika ditilik dari judul tiadalah mengekspresikan penentuan sikap sementara Sherly langsung memnidik persoalan dengan mata resah dan Noor Aisah langsung menggambarkan keintiman dirinya dalam menempuh jalan iman.

Novy mengawali baitnya dengan sebuah polemik,
terlalu banyak yang ingin kulupakan/ semacam ada kecewa yang begitu mendera. Kebersamaan yang pernah menentramkan hati sudah menjadi rupa nyeri.

Novy mengkondisikan keseluruhan baitnya dengan nafas yang penuh ratap, barangkali kecewa terlalu mengakar dalam diri sehingga hasrat yang paling puncak adalah melupakan segala kenang.

Mengamati judul dan isi puisi yang diperkenalkan Novy kepada kita selaku pembaca, agaknya Novy ingin memberlakukan metode ziq zaq dalam menyampaikan idenya. Menjadikan judul remang-remang yang bisa jadi mengecoh pembaca jika hanya terpaku pada judul.

Dibandingkan Novy, Sherly lebih tegas menyuarakan gundah. Hal ini langsung bisa diterka dari cara Sherly memberi judul yang tak ada kesan bertele-tele. Sherly langsung menampilkan wajah duka.

Dalam gejolak yang memuncak, rupanya Sherly masih mampu menahan laju emosi, dengan mengkondisikan perasaan yang menuntun ke arah perenungan. Polemik yang penuh resah yang digemakan Sherly ditutup dengan pertanyaan menggantung, Haruskan kisah menggelisah selalu terbuhul tanda tanya/.

Sherly seakan ingin menggelorakan tiap suasana hendaknya memiliki jeda untuk lebih mengenal diri dalam menangkal segala gejolak yang ada. Perenungan ini sebagai upaya menggali kearifan hati.

Noor Aisah lebih suka mengungkap sisi spritual dari kehidupan manusia dengan menjadikan Allah pusat segala. Ada uraian betapa rapuh dan remuk hati manusia tanpa Tuhan. Betapa hilang arah dan gairah hidup tanpa Tuhan. Segala menjadi tak bermakna tanpa Tuhan.

Pada hakekatnya manusia adalah makhluk bertuhan jika kita merujuk pada firman Allah, "Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia untuk beribadah."

Pertanyaan yang muncul adalah kenapa masih ada atheis jika memang benar manusia makhluk bertuhan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentulah harus mengenali watak dasar manusia yang jika dalam keadaan masa tersulit manusia selalu mengharap kekuatan maha dahsyat dalam dirinya untuk keluar dari segala kemelut.

Kekuatan maha dahsyat tersebut adalah kekuatan Tuhan dan di masa damai atau masa jaya manusia kerap menepuk dada, dengan bangga memperkenalkan apa yang didapat adalah jerih payahnya sendiri. Kenikmatan yang didapat menjadikan manusia berada dalam dua situasi yang senantiasa menuntut untuk dipilih yakni bersyukur atau kufur.

Munat Jiwa paling tidak upaya penyair perempuan Malaysia mencubit hatinya dan hati kita selaku pembaca yang sedang menelusuri pemikiran penyair. Bisa pula sebagai upaya membeningkan jiwa dan menghidupkan Tuhan.

Pada hakikatnya ketika penyair sama-sama hendak membidik hati dengan gaya khas mereka yang menunjukkan keragaman atau bisa pula mengungkap sisi orsinalitas dari sebuah karya. Pada hakikatnya jika karya ditulis sendiri oleh tiap pribadi pastilah memiliki diksi berlainan dan rumuan rasa yang memiliki perbedaan dari segi penekanan pandangan. Yang membedakan dari bidikan ketiga penyair adalah sudut pandang dan mengenali dan memberikan solusi pada polemik yang diusung.

Novy cendrung lebih lentur dalam mengungkap. Ianya tak langsung menjadikan judul sebagai pintu pandangan yang langsung melukiskan inti persoalan dan membiarkan pembaca mengalami pergolakan batin pada isi puisi, sementara Sherly langsung menjadikan judul sebagai wajah duka namun mengekskusi akhir puisinya dengan renungan. Noor Aisah memiliki kesaamaan dengan Sherly dalam memperlakukan judul puisi, yang berbeda adalah Noor Aisah lebih suka memperkenalkan sisi spritual dari manusia.

Madura, 7 Juni 2015
*Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I, menulis puisi, pantun, cerpen dan esai, menetap di Junglorong Komis Kedungdung Sampang Madura. HP 087759753073

Tidak ada komentar:

Posting Komentar