Senin, 19 Oktober 2015

PUISI-PUISI NIA SAMSIHONO







Biodata Penyair

Nia Samsihono menempuh pendidikan dasar di SD Kristen I Sragen, namun waktu kelas 3 SD pindah ke SD I Karanganyar, Kabupaten Purbalingga karena ayahnya, Samsihono, berdinas sebagai Camat. Lalu pindah ke kota Kalimanah, Kabupaten Purbalingga dan melanjutkan di SMPN I Kalimanah. Di kota Purbalingga itu dia melanjutkan sampai sekolah menengah atas di SMAN I Purbalingga, Jawa Tengah. Karya tulisnya dihasilkan dari pengalaman budaya yang dia alami dari daerah ke daerah. Kebetulan ibunya berasal dari suku Dayak Maanyan di Barito Timur, Kalimantan Tengah. Sedang ayahnya berasal dari Sragen, Jawa Tengah. Hal itu menyebabkan kemampuan berbahasa daerahnya beragam. Nia menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Diponegoro Semarang. Ketika mahasiswa, dia aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan seni, antara lain tergabung dalam Teater Emper Kampus di Fakultas Sastra, Teater Kelas Universitas Diponegoro, dan anggota grup paduan suara Universitas Diponegoro. Di kampus itu pula dia mengawali debutnya sebagai penyair ketika memublikasikan karyanya di Harian Suara Merdeka berjudul Tak Ada Keramaian. Setelah tamat dari S-1, dia bekerja sebagai reporter di Koran Prioritas, kemudian pindah ke Penerbit Mutiara Sumber Widya, dan akhirnya dia memilih berkarier sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Nia menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Indonesia Jakarta.
Karya-karyanya masuk dalam sejumlah buku, di antaranya Merenung Pembangunan (Universitas Kristen Satya Wacana, 2009), Indonesia Memahami Khalil Gibran (Editor Eka Budianta, Badan Pelestari Pustaka Indonesia, 2011), Sejumlah Kritik (Bambang Sadono, Citra Almamater, 2012), Profil Perempuan Pengarang dan Penulis Indonesia (Kurniawan Junaedhie, Kosa Kata Kita, Jakarta 2012), Jula-Juli Jakarta (Antologi Puisi Esai, 2013), Antologi Perempuan Langit 1, Perempuan Langit 2 (2014). Kemampuannya di kancah kesusastraan menjadikan dirinya sering diundang di berbagai seminar dan diskusi antara lain di Singapura, Kuala Lumpur, Malaysia, Bangkok, Filipina, dan Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Di bidang organisasi, saat ini Nia Samsihono aktif mengelola Komunitas Cinta Sastra, Jakarta sebagai salah satu ketua, menjadi Pengelola Lingua Ginurit Jurnal Ilmu Pengetahuan Bahasa dan Sastra, sebagai Ketua Dewan Editor.

PUISI-PUISI NIA SAMSIHONO

BENTANG MALAM
 
Desau angin menerbangkan anganku kepadamu
Dan kelam bagai detik jam yang melaju
Berlomba dengan tonggeret di pucuk kelapa menyuarakan simfoni indah tentang siang yang melayang terkejar petang bagai kenangan

Sedang apakah engkau kekasihku, sudah lelap tidurkah?
Malam di titik kulminasi*
Mimpikanlah aku yang selalu menyiksamu dengan cinta hingga ciptakan duka yang meronce hari-harimu tanpa henti

Suara daun bersentuhan
Menggubah nyanyi menjadi dendang
Itu senandungku kekasih, itu laguku
mengalun dalam kalbu tersesaki rindu

Dengarlah cintaku
Kelelawar melintas perlahan
Kepak sayapnya berdesir lirih mengiris hati
Serangga tiba-tiba membisu
Sunyi menelan seluruh nada
Lalu aku tenggelam dalam lautan lelap
Lalu aku mengambang di atas awan

Jakarta, 31 Oktober 2011
(Sumber Buku Puisi Musim Semi karya Nia Samsihono)
*kata indah Wisanggeni









KANGEN


malam hujan begini
hanya suara air
yang menciptakan tembang berdenting di genting
Biasanya kita berbincang tentang daun yang melayang jatuh di pekarangan
dan waktu pun sirna di antara kita

Malam hujan begini aku suka sekali menyelusup di pelukan lenganmu,
sambil menghitung degup jantungmu satu per satu
dan mendengarkan dengkurmu
yang bercerita tentang lelahmu dalam hidup

Malam hujan kali ini hanya tersisa dingin
yang menari di ruangan membekukan kenangan
pada kisah beranta kita bertahun lamanya

di luar, katak mulai berdendang
memanggil hujan untuk menderas lagi
menyemarakkan kangenku padamu


Nia Samsihono
Jakarta, 16 Februari 2011
(Sumber Buku Puisi Musim Semi karya Nia Samsihono)


















LAGU CINTA
Oleh Nia Samsihono

Kucoba berkata
Tentang bunga yang menjulur di telaga
Tampilkan warna langit berona
Biru bagai hati tercelup tirta

Sunyi yang membentur dinding kalbu
Suaranya talun-bertalun
Merontokkan butiran pilu
Luruh dalam genggamanmu
Lalu kau anggit pelangi untukku
Membuat tersipu haru

Lagu itu pun bergema
Mengisi relung hati
Sementara angin mengiringi nyanyi
Memuja puspa hanyut ke hilir
Dan perahumu mengusik senja
Meraup sepi guguran daun
Kau rangkai jadi mahkota
ada cinta menebar cahaya

Kucoba mengerti dan meyakini
Bunga tambatan hati


Nia Samsihono
26 November 2012
(Sumber Buku Puisi Musim Semi karya Nia Samsihono)













BILAL
Oleh Nia Samsihono


Suara itu bertalu-talu
Terngiang-ngiang di telinga
Mengejar diri agar tak sembunyi
Merunduk sesaat dalam diam

Suara itu selalu kurindu
Mengingatkan langkah sejenak jeda
dari ambisi yang tak dapat henti
menguasai kehidupan demi kehidupan

Suara itu, Tuhan, suara itu
ingatkan diri pada Ilahi
Muazin pembawa azan dalam hidupku
menyadarkan sekitar akan kuasa-Mu


Nia Samsihono
Jakarta, April 2013
(Sumber Buku Puisi Musim Semi karya Nia Samsihono)


















HARUS KULEWATI
Oleh Nia Samsihono

Malam berjalan dalam diam
ada kunang-kunang bersayap terang
pancarkan kemilau sinar
pada persada
pada bantaran tanah darah

ketika angin ratri berdesir lirih,
menggerakkan dedaunan berbisik
saling berbincang nama milik siapa
kenangan melintas mengguris angan

ketika reranting mencipta suara
kepak kelelawar mengisi udara
gelap menimpali kelam
menatapi cinta mengembara
napas manusia terbelenggu siksa

hanya Tuhan, Sang Pencipta
memberi pedih pada hati
Aku ikhlas menjalani
kulewati hidup yang ini

Jakarta, 2014
(Sumber Buku Puisi Musim Semi karya Nia Samsihono)














SEPERTI APA?
Buat: Pak Eko Budihardjo
Oleh Nia Samsihono

Hidup seperti mentari merambat perlahan dari timur ke barat
memecah fajar bagai tangisan bayi keluar dari kenikmatan rahim bunda
Cahaya itu dinanti
Menjalar jengkal demi jengkal
Menyinari persada
Memberikan denyut pengharapan
Untuk tumbuh dan berkembang

Hidup bagai sungai yang mengalirkan air
Dari hulu ke hilir
Membawa cerita di setiap jejak, setiap bencah yang dilalui
Air tetaplah air juga tubuh manusia tetaplah tubuh manusia
Menjadi alat sutradara kehidupan

Hidup laksana angin
Yang mengisi tempat satu ke tempat lain
Membawa partikel udara
Yang diperlukan jiwa untuk nyawa

Hidup menjadi sarana
Manusia menempatkan suka atau derita sesuai kehendak-Nya
Mentari, air, angin kelengkapan akhir
Manusia di dunia adalah ketentuan-Nya
Kehendak, angan-angan, duka, gembira
Tak dapat diingkarinya

Hidup serbaneka kicau burung di halaman
Hidup bak gemericik air menyentuh bebatuan sungai
Hidup itu asap yang meliputi hutan terbakar
Hidup pintu kematian


7 April 2014
(Sumber Buku Puisi Musim Semi karya Nia Samsihono)






AKU BERSUJUD DI MASJID HUNTO*
Oleh Nia Samsihono

Suara muazin bertalu-talu
Di Siendeng bersumur beratus tahun
Airnya menyejukkan hati
Dinginnya menyegarkan rasa

Doa itu bergema dalam dadaku
Menyusuri nadi-nadi aorta ke seluruh tubuh
Pada-Mu aku pasrah dalam sujudku
ingin segera dosa terurai
Menapaki hari-hari bisu

Doa itu menjalar dari waktu ke waktu
Bagi manusia yang selalu berkata dusta
Bagi umat yang mempermainkan kehidupan
Di ujung ada siksa yang membaca

Ada kesejarahan yang terpaku
Pada dinding masjid itu
Sultan Amai mendirikan cinta
Putri Raja Palasa menerima mahar
Masjid indah tautan jiwa
Lalu puja membahana
Cerita tentang umat manusia
Dalam setiap doa
Dalam setiap tarikan asa
Pada Sang Khalik
Beratus tahun melekat pada batu-batu
Lalu mengimbas aura pada sesama
Umat yang dikasihi Tuhan
Tunduk bersujud dalam haribaan-Nya

Gorontalo, 2014 (Sumber Buku Puisi Musim Semi karya Nia Samsihono)
*Masjid Hunto adalah salah satu masjid tertua di Gorontalo (300 tahun)
Masjid ini dibangun pada tahun 1495 oleh Sultan Amai, pemimpin Kerajaan Gorontalo yang pertama kali masuk Islam dan diberi nama Masjid Hunto Sultan Amai. Hunto singkatan dari Ilohuntungo berarti basis atau pusat perkumpulan
agama Islam kala itu. Lokasi Masjid Hunto Sultan Amai berada di Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo


Tidak ada komentar:

Posting Komentar