Senin, 29 Juni 2015

PUISI-PUISI AFRILIA UTAMI

YANG AKAN DINAMAKAN CINTA
Afrilia Utami
.
Segala malam yang kita lalui
sejauh ini, terkristalkan menjadi kapuk-kapuk
dalam bantal guling, menamakan kehadiran.
.
Akan di mana pelengkap sepasang sayap?
Yang Gibran cari agar tak patah setengah
Agar tak remuk oleh sebuah tekanan
Di udara saat maskapai biru kehilangan navigasi
tujuannya.
.
Lelaki yang akan kunamai kasihku
Waktu selalu magis di sini, dibalik selimut…
Tuhan menjadi pemutar komedi malam
Di jam nol nol sebuah shelter dalam kamar
Sekotak tissue meredam darah dari hidung.
.
Lelaki yang akan kucinta
Tersulut oleh api yang diciptakannya
dan menjadi bubuk
oleh bara yang ditinggalkan.
.
Dan Engkau pun tahu
Aku tak mau cinta yang bekerja
;seperti doa api dalam neraka
.
2015

SUNYI

aku suka sunyi, ia mengajariku untuk mengenal
tentangmu
tapi apa pelajaran yang mudah kita dengarkan dari
sunyi
selain bunyi nadi, yang berdentum dan kaku.
tapi itu adalah kehidupan.. biasanya, aku menuliskan ini sendiri di kursi kayu
mahoni
kekasihku yang malang..
lihatlah aku, lihatlah..
nafasku memendek untuk pertemanan dalam kata-kata
yang ingin kuuntaikan sebagai kalimat paling dewasa.
tapi aku malah mengerdil dengan tumpukan dingin.

bulu matamu menyulam segala warna gembira
merah, putih, hitam, biru, hijau, abu, dan warnamu.
aku selalu iri pada pelukis.
mereka mendapatkan apa yang mereka lihat.
aku juga iri pada penulis..
mereka selalu mendapatkan apa yang tak terlihat.
di seberang sini, kekasihku..
aku menunggumu. sembari terus doaku berlarian di
safari
tapi tak ada lagi tujuan selain memetik cahaya satu-
satu.

aku memiliki dua tangan.
mereka kuajari cara memberi dan berbagi.
dengan jariku, aku mampu menulis
untukmu, dekat lampu syurga.

14 desember 2012

NEGERI MANUSIA
Afrilia Utami

Biar aku mendaki
seperti hujan tahun lalu
mengembun dalam genggaman peri
jatuh cinta pada sekat dimensi
muara hilir penciptaan dilaksanakan.

angin yang mengolah udara
menari manja seperti kau, berdua
bersama denganku.

meski dalam perang sekalipun,
cinta menolak mati dalam dendam.

waktu begitu minimalis
senyuman tipis yang hilang
di dalam ruang itu
teralis membatasi antara kaca
dan lensa mata.
antara hamba dan tuhannya.

apa itu peradaban manusia, Sayangku?

kita habis untuk menulis -
banyak tragedi ke dalam penggadaian.
melawan kebiadaban para pelupa.

biar aku pelan mendakimu..
pelan tapi menujumu
pelan dengan pembakaran usia
yang dikupas dari kulit ari terluar
yang terperangkap dalam barak
dikeliling para serdadu dari balik batu biru
engkau itu aku jaga dari panasnya rindu.

Taksi biru telah menunggu..
di luar hujan mulai merembes ke dalam dada.

Sayangku, ingatlah ini dalam keabadianmu..
cinta, yang menamai kita berdua.

---------------
diketik tanggal 24 Agustus 2014




Tidak ada komentar:

Posting Komentar