Sabtu, 06 Juni 2015

MANUSIA KREATIF DAN POLEMIK YANG HARUS DITAKLUKKAN

Oleh Moh. Ghufron Cholid

Penyair bisa juga disebut manusia kreatif, selain tak henti berproses dalam bentuk pengucapan, ianya akan senantiasa mengadakan pertaruhan demi pertaruhan termasuk dari segi penyajian bentuk. Moh. Ghufron Cholid

Muhammad Lefand
ESTETIKA

entah berapa makna
setiap tafsir selalu berbeda
tentang definisi yang sementara
estetika tak dapat menemukan mata
tiap pandangan hanya menembus koma
intim diksi semata terjebak risalah kata-kata
kepada teks tak cukup untuk memaksakan tanda
akan kesempurnaan yang sebenarnya tetap rahasia

Jember, 09-05-2015

SELEMBAR SURAT PUISI

setelah berpisah
engkau jauh dikisah
lelah rindu jadi risalah
entah tak terhitung resah
malam purnama hilang cerah
bersama darah yang ikut pasrah
akan takdir jarak pertemuan wajah
rasa sepi simpan kata penuh lembah

surat ini
untuk berkabar diri
rahasia kutulis seperti puisi
agar semua luka tak lelah dimengerti
tentang pertemuan yang terpisah gugurnya pagi

padamu aku ingin
ungkap harap yang telah dingin
ikat kebahagiaan, nikmati semilir angin
seperti sepasang merpati di atas pohon beringin
indah tentu bila apa yang kuingin, engkau juga sama
ingin

Jember, 09-05-2015

Muhammad Lefand yang baru-baru ini menerbitkan buku jangan panggil aku penyair juga ikut andil menawarkan rupa puisi dari segi bentuk, yang oleh pencetusnya dimanai puisi Sakmasek, yang konon nama ini diilhami oleh Arca Maya Pada, yang ketika itu memberinkan komentar pada karya Muhammad Lefand Asepsap, yang kemudian diartikan menjadi Sakmasek.

Tak ada ide yang lahir dengan sendirinya sebab ianya muncul karena dilatar belakangi ragam faktor, baik bersinggungan langsung dengan permasalahan ataupun ianya dilahirkan ketika menjadi saksi mata dari sebuah perjalanan kreativitas.

Muhammad Lefand lewat dua puisinya berjudul ESTETIKA dan SELEMBAR SURAT PUISI telah mencoba menawarkan sebuah rupa sebagai penanda diri manusia kreatif dari sisi bentuk puisi.
Mengamati dua puisi yang dihadirkan, paling tidak ada dua rupa yang ditawatkan yakni puisi berpola akrostik (puisi yang jika disusun ke bawah akan membentuk nama atau sebuah kejadian) dan puisi berbentuk piramid.

Kehadiran puisi Sakmasek juga mendapatkan apresiasi dari penyair Muhammad Rois Rinaldi yang baru-baru ini menerbitkan buku puisi berjudul TERLEPAS, berikut apresiasinya, siapapun boleh mengajukan hasil pikir dan olah empirisnya dalam dunia perpuisian. Sakmasek--senada dengan 2,7--mengajukan puisi berpola. Bukan baru, memang. Apa lagi mengaitkan dengan akrostik. Hanya beberapa aksen ditambahi. Semoga pola ini lolos uji waktu dan alam semesta.

Tiap kreativitas tentunya melahirkan pro dan kontra, selalu ada cara mendewasakan diri dari sebuah pengembaraan kreativitas, hanya yang istiqamah yang kelak bisa dikenali permata.
Menamai sebuah kreativitas adalah hak tiap diri namun konsekuensi yang harus dihadapi adalah gempuran, demikian cara waktu menyeleksi. Ada yang cepat melejit, menggemparkan lalu perlahan hilang dan dilupakan.

Dalam puisi berjudul ESTETIKA yang diusung bagaimana penyair menyematkan pandangannya tentang sebuah estetika. Yang lebih ditekankan dari estetika adalah kesempurnaan sebenarnya sifatnya rahasia.
Yang tak bisa disangkal adalah pro dan kontra dari segi bentuk dan tanda namun yang terpenting dari keduanya adalah kesempurnaan dari estetika itu terletak pada sifatnya yang masih rahasia. Dalam puisi berjudul SELEMBAR SURAT PUISI secara runut penyair menghadirkan polemik namun intisari juga ditegaskan adalah keinginan yang saling bersambut membuat hati semakin lembut.

Madura, 31 Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar