Rabu, 24 September 2014

MENGGAMBAR WAJAH MADURA YANG RELIGI

Oleh: Moh. Ghufron Cholid
SAJAK RINDU
: untuk Sumenep

jiwaku kian getas
menahan rindu tiada batas
pada tanah pertama ku bernafas

aku pulang bertualang
bukan untuk menggelar pesta lahang
di arena kerapan sapi nan jalang

namun
akan ku rayakan ritual sakral bersajikan muang sangkal

Puisi merupakan jalan alternatif untuk mengenalkan kebudayaan dari sebuah dari daerah yang barangkali belum terjamah (Moh. Ghufron Cholid). Malam ini saya berhadapan dengan puisi Nurul Why yang dilahirkan di Jember pada 29 Mei 2014 yang dia namai Sajak Rindu. Sajak rindu kata Nurul seakan membuka pintu waktu yang langsung menuntun mata untuk mengenali rupa demi rupa dari kenangan. Sajak rindu, kata Nurul dengan nada yang lebih meyakinkan seolah mengajak saya untuk membuka lembaran waktu, saya pun berbalik arah dan mulai mendengarkan penuturan creator.

jiwaku kian getas/menahan rindu tiada batas/pada tanah pertamaku bernafas//

Awal yang manis untuk sebuah rupa bernama rindu, dari tanah rantau bernama Jember, meski saya belum sepenuhnya mengenal creator hanya sebatas rekan FB. Jika mengamati isi bait pertama bisa dipastikan bahwa creator begitu rindu tanah kelahirannya. Saya membayangkan creator serupa garam yang tak bisa dipisahkan dari laut atau semisal cerutu yang tak bisa dipisahkan dari tembakau, aroma Madura masih lekat dalam ingatan meski berada di tanah rantau. Mengapa creator begitu merindukan tanah kelahiran bernama Madura? Karena mungkin Madura telah menjadi udara dalam bernafas. Barangkali benih-benih cinta telah mengakar dalam hatinya.
aku pulang bertualang/bukan untuk menggelar pesta lahang/di arena kerapan sapi nan jalang//

Ada ragam alasan yang membuat seseorang berkeinginan pulang ke kampung halaman, rindu yang menuntun, mengkhidmati keindahan alam atau sekedar bertandang lalu pergi lagi bertualang. Saya tertegun dan terus saja membaca kerapan sapi secara berulang menghadirkan ingatan untuk diperkenalkan sisi lain dari Madura barangkali menjadi tambahan informasi bagi yang belum mengenalnya. Saya pun mendapati diri saya di masa kecil yang begitu riang menonton kerapan sapi yang biasanya diadakan tiap bulan Agustus. Madura dan kerapan sapi serupa bunga dan tangkai saling memberi sempurna. Kerapan sapi biasanya digelar di sebuah lapangan yang luar dan ditutupi dengan tebing-tebing dari bambu, di pintu masuknya biasanya dijaga oleh penjaga karcis. Di dalam lapangan biasanya penonton akan menonton dari ranggun (sebuah ruang panjang tempat menonton kerapan sapi terbuat dari bambu). Kerapan sapi biasanya dikendali seorang Joki dengan dilengkapi cemeti dan memakai kaos bergaris merah putih yang merupakan kaos khas orang Madura, di samping itu memakai ikat kepala atau odeng.

Kepiawaian Joki sangat mempengaruhi menang tidaknya dalam perlombaan, kecelakaan yang biasa dialami para Joki yang terlena bisa salah urat bisa juga patah tulang. Filosofi dari kerapan sapi adalah untuk menjadi pemenang harus berjuang bukan menunggu keajaiban datang dari langit. Kepiawain Joki bisa diibaratkan kepiawaian dalam memimpin agar bisa selamat dalam sebuah kepemimpinan harus bisa menjiwai dan mengenal orang-orang yang ada di sekeliling.

Saya kembali membaca bait pertama dan kedua untuk menangkap point pembahasan, berisi tentang latar suasana jiwa creator tentang Madura. Namun ketika saya memasuki bait ketiga saya mulai tahu bahwa tujuan Nurul menulis sajak rindu adalah untuk mengenalkan salah satu ritual yang dianggap sakral yakni tarian muang sangkal.
namun/akan ku rayakan ritual sakral/bersajikan muang sangkal//

Muang bermakna membuang sementara sangkal bermakna petaka atau kerumitan hidup, dengan kata lain muang sangkal adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk menghindarkan diri dari petaka hidup. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum selama kaum tersebut tidak berusaha merubahnya, barangkali muang sangkal adalah implementasi dari firman Allah. Dengan kata lain dibutuhkan perjuangan untuk merubah nasib. Jodoh, rejeki dan kematian adalah rahasia Ilahi, oleh sebab ketiganya masih bersifat rahasia dan tak ada yang benar-benar mampu untuk menebaknya maka dibutuhkan usaha dan doa, muang sangkal adalah perpaduan dari kedua unsur tersebut yakni memadukan tarian dan doa dalam pelaksanaannya.

Barangkali Nurul tak hendak hanya sekedar menulis sajak rindu untuk dirinya, ada misi suci yang hendak diperkenalkan dalam puisinya, sebuah tradisi yang barangkali tidak diketahui banyak khalayak yakni tarian muang sangkal.Tarian yang berasal dari Sumenep Madura yang dipercaya sebagai salah satu ijtihad untuk menangkal kemungkinan hidup yang tak diinginkan.

Muang sangkal adalah tarian yang menggabungkan dua hubungan sekaligus, hubungan antara hamba dengan Tuhan yang dilaksanakan dalam bentuk doa, hubungan antara sesama manusia dalam bentuk tarian. 'Berdoalah padaKu niscaya Kukabulkan' dan 'Bersilaturrahmihlah maka akan mendapatkan panjang umur dan lancar rejeki' merupakan terjemahan dari tarian muang sangkal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar