Senin, 15 September 2014

DUNIA MUSAFIR

Oleh Moh. Ghufron Cholid

mata musafir mata yang penuh zikir, mengungkap getir. Moh. Ghufron Cholid

MUSAFIR

teruk, biduk terantuk-antuk
pintu-Mu muara lubuk, kurunduk

David Muhammad, 2014

saya teringat syair imam syafi'ie yang artinya, "merantaulah kamu maka akan kau dapatkan teman yang baru, dan mengembaralah sesungguhnya kemanisan hidup ada dalam pengembaraan."

Musafir adalah orang yang melakukan perjalan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan beragam maksud dan tujuan. Ada yang melakukannya dengan berjalan kaki ada pula yang memakai sepeda, motor, mobil dan beragam kendaraan lain agar mudah sampai ke tempat tujuan.

Musafir, kata David seakan ingin kita lebih mengenal kehidupan musafir dengan segala suka duka. Musafir yang dilakukan dengan jalan kaki menuju tempat-tempat yang diyakini mengandung mustajabah, yang jika berdoa di tempat tersebut Allah memberikan kemudahan dalam mengabulkan segenap permintaan, kalau kata orang Madura dikenal dengan nama trakat ajelen.

Biasanya trakat ajelen ini sering dilakukan musafir dari jawa untuk mendatangi makam-makam ulama yang ada di Madura baik makam Syaichona Cholil (Bangkalan), Batu Ampar (Pamekasan), Astatinggi (Sumenep), makam Syayyid Yusuf (Tlango Sumenep) dll.

teruk, biduk terantuk-antuk David memulai pandangannya dalam larik pertamanya. Perjalanan itu memang tidak mudah, diperlukan perjuangan yang gigih, keinginan yang kuat untuk menaklukannya, sebab rasa kantuk memang tak bisa dihindari.
Menjadi musafir akan sangat tersiksa jika menganggap perjalanan hanyalah ujian yang melelahkan. Bila tak dinikmati perjalanannya maka selaksa hidup di padang sahara, penuh dengan haus dahaga dan duka.
Pandangan Islam Tentang Musafir.

Islam adalah agama yang rahmatan lil 'alamien, tidak memberatkan pemeluknya dalam menjalankan ibadah.
Puasa ramadhan yang wajib dikerjakan pada bulan ramadhan namun bagi musafir diperkenankan untuk tidak puasa dengan catatan menggantinya di bulan lain selain bulan ramadhan.
Tak hanya itu, dalam shalat pun musafir diberi keringanan dalam melaksanakan, bisa digabung dalam satu waktu untuk shalat dhuhur-ashar dan untuk shalat maghrib-isyak baik di jamak maupun di qasar.
Lalu bagaimana cara musafir melakukan perjalan? Berjalan dengan tidak sombong sesuai firman Allah, "Dan janganlah berjalan di atas muka bumi dengan sombong..."
kenapa sombong tidak diperkenankan? Tentu banyak aspek yang melatar belakanginya, yang pasti berprilaku sombong sangatlah melukai perasaan orang lain.
Pintu-Mu muara lubuk, kurunduk demikian David membuka pandangan pada larik keduanya yang menegaskan laku dari musafir.

Ada yang menarik yang dipaparkan David bahwa pada hakekatnya musafir itu menjadikan Allah sebagai tujuan dalam segala pengembaraannya untuk merundukkan hati.
Jadi musafir adalah orang yang melakukan perjalanan untuk merundukkan hati.
Kenapa harus hati yang dirundukkan? Barangkali karena hati puncak dari segala aktivitas manusia. Hati tempat manusia melakukan niat tentang segala hal yang ingin dikerjakan.

"Sesungguhnya amal itu bergantung pada niatnya."

Niat yang baik akan melahirkan perbuatan baik begitupun sebaliknya. Maka berniat baik akan dinilai pahala sementara niat buruk tidak dinilai sebagai dosa selama niat tersebut tidak dikerjakan.
Betapa indah ajaran Islam dalam menilai segala niat pemeluk agama Islam.
Hidup di dunia juga bisa disebut pengembaraan dan kita yang menjalani hidup disebut musafir. Mengapa demikian? Karena sejatinya kita melakukan perjalanan panjang sebatas usia yang diberikan Allah.
Menginsafi diri sebagai musafir maka seyogyanyalah kita mempersiapkan bekal dalam hidup menuju pertemuan yang lebih haqiqi bermusyahadah dengan Allah.

Jika kematian adalah tempat yang akan dilalui tentu akan menganggap kematian sebagai tamu yang akan disambut dengan suka cita.
Berbicara musafir, saya pun teringat saudara-saudari di Gaza, yang lebih memilih menjalani perjalanan hidup secara terhormat atau mati dengan terhormat bergelar syuhada.

Pintu-Mu muara lubuk, kurindu kembali David berteriak lantang menyampaikan pandangan musafir seakan menggugat musafir yang menjalani hidup dengan menepuk dada atau menggerutu dalam tiap perjalanan yang tak kunjung sampai, atau merasa tersiksa dengan menjalani hidup sebagai musafir.

David berteriak lantang untuk kita kembali ke jalan yang benar, menjalani hidup dengan damai, tanpa harus merasa lebih utama dibanding musafir lain, lantaran kita banyak dibekali kemewahan hidup, fasilitas yang lengkap agar mudah menyelesaikan perjalanan tanpa hambatan yang menyulitkan.

Penyair seakan ingin mengajak dirinya sendiri dan kita sebagai pembaca untuk lebih mengintimi diri kita yang sejatinya diciptakan untuk beribadah dan menjadikan Allah sebagai Yang Maha Esa, Maha Kuasa agar kita lebih bisa menundukkan hati dan menjadi insan kamil.
Hanya dengan merundukkan hati kita akan terbebas dari segala rupa kesombongan yang merajai hati sebagai mana pandangan penyair, pintu-Mu muara lubuk, kurunduk

Madura, 29/08/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar