Senin, 15 September 2014

MENGGALI KESETIAAN, MENAJAMKAN MATA BATIN


(Sebuah Esai Atas Dua Puisi Dari Dua Penyair Perempuan Dalam Mengungkap Kesetiaan)
Oleh Moh. Ghufron Cholid

Setia Kepada Musim

pada cintamu kesekian
aku gersang, menabung hujan

Astry Anjani, 2014

KEPULANGAN BUNDA

air talkin menghujani
bumi pucat menggigil duka

Noni Reni, 2014

Saya berhadapan dengan dua puisi yang ditulis oleh dua penyair perempuan yang sama-sama mengangkat tema kesetiaan. Baik Astry Anjani maupun Nona Reni sama-sama ingin mengabadikan momen puitik dalam hidupnya. Kesetiaan yang ingin diperkenalkan dengan diksi yang lain pula.

Manusia yang lahir dalam kegelisahan seakan tak rela bila ada sejarah berlalu tanpa diperkenalkan. Manusia yang dibekali akal selalu dapat menangkap isyarat hidup baik yang menetap maupun melintas sesaat.
Setia kepada musim, kata Astry dan Nona Reni menimpali dengan kepulangan bunda. Baik Astry maupun Nona Reni sama-sama ingin kesetiaan yang menyalami jiwa ingin diungkap dalam deretan aksara, yang mereka buat menjadi diksi-diksi lalu dihadirkan secara utuh dalam puisi.

Pada cintamu kesekian, kata Astry mulai membuka permasalahan hidup, mengungkap degup, menepikan gugup.
Astry seakan ingin menegaskan tentang dirinya dalam menyikapi cinta yang hadir. Cinta dari seorang kekasih yang pernah mampu menaklukkan hati Astry.

Pada cintamu kesekian, kata Astry menegaskan perjalanan cinta telah berlangsung berulang-ulang. Tak hanya terjadi sekali. Ianya merupakan proses ikatan yang berkelanjutan. Berbeda dengan kesetiaan yang dihadirkan oleh Nona Reni.

Dalam puisi kepulangan bunda, di larik pertamanya menulis begini, air talkin menghujani, ada proses duka yang begitu mengiris jiwa yang dihadirkan.
Nona mengungkap kesetiaan yang sakral, kesetiaan seorang anak pada bundanya di hari kematiaannya. Air talkin menghujani, merupakan pergolakan batin yang tak biasa. Momen puitik yang didahului duka adalah kesetiaan yang digambarkan Nona Reni sementara pada cintamu kesekian adalah kesetiaan yang ingin ditunjukkan Astry pada kekasihnya dalam rupa kebahagiaan. Astry menghargai kehadiran, Nona Reni memotret kesetiaan dalam rupa duka, seorang anak yang sangat kehilangan ibunya.

Setelah menghadirkan larik pertama dari dua puisi yang ditulis dua penyair ada baiknya larik kedua dihadirkan untuk mencipta kesan puitik dan pergolakan jiwa yang lahir dari sebuah kesetiaan.
Astry Anjani, mengungkapkan risalah hatinya di larik kedua yang ditulisnya, aku gersang, menabung hujan.
Ada peristiwa yang menggetarkan hati seorang Astry betapa cinta yang telah diterima adalah cinta yang tak lagi membuat jiwa bahagia. Betapa kesetiaan yang ditata Astry dalam mempertahankan cinta, hanya membuat hatinya rapuh. Hidupnya gelisah. Astry tak lagi merasakan keceriaan. Kata gersang yang dihadirkan Astry sebagai wujud betapa kesetiaan pada manusia dalam membina cinta adalah suatu kebahagiaan semu.

Menyandarkan kepercayaan dan kesetiaan seutuhnya kepada manusia hanya membuat batin terluka. Manusia hanya berpeluk duka. Astry seakan ingin menyuarakan nasibnya atau nasib kaumnya yang terabaikan dalam bercinta. Kesetiaan yang begitu diagungkan, ketabahan yang begitu dipelihara, menghibur hati untuk menetap dalam setia, telah menjadikan seseorang gersang dan menabung hujan.

Astry seakan tak mau main-main dengan perasaannya. Perempuan yang begitu lekat dalam cinta kasih, perempuan yang tak henti berproses untuk setia pada pasangan, telah mendapatkan efek kesepian (gersang) dan duka yang begitu menyayat (menabung hujan).
Lalu bagaimana cara Nona Reni menghadirkan pergolakan batin di larik kedua ia menulis begini, bumi pucat menggigil duka. Nona Reni berhasil menghadirkan konflik yang begitu dahsyat. Kesetiaan anak pada bunda di hari kematiaan diumpamakan sebagai bumi pucat memanggil duka. Ada luka yang begitu dahsyat menimpa penyair.
Saya kira ini puisi yang lahir dari pengamatan yang mempertimbangkan segala aspek pergolakan batin.
Kesimpulan

Astry Anjani dengan puisinya setia kepada musim sejatinya ingin memotret sebuah ikatan sepasang kekasih, pada hakekatnya manusia sangat peka terhadap segala berbau cinta. Kesetiaan membangkitkan harapan-harapan baru mampu membentuk pendewasaan dalam diri manusia, mampu mengingat seberapa sering percintaan tercipta. Namun Astry hendak mencubit dirinya dan kita selaku pembaca, bahwa menyandarkan kesetiaan seutuhnya kepada manusia membuat diri menjadi gersang (kesepian dan terabaikan) tak hanya itu, menabung duka (melahirkan penyesalan berkepanjangan).

None Reni lewat puisi kepulangan bunda, sejatinya ingin mengungkap kesetiaan seorang anak di hari kematiaan ibunya. Setia mampu membuat seorang anak merasa kehilangan sosok berharga dalam hidupnya.
Nona Reni pun seakan ingin menegaskan jasa ibu tak pernah terputus bahkan di hari kematiannya pun menjadi air talkin menghujani (sumber renungan hidup manusia tiadalah kekal).
Bumi pucat menggigil duka tiada lain bentuk ungkapan kepedihan hidup atas kehilangan ibu tercinta.

Madura,11.09.2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar