Kamis, 18 September 2014

KEHILANGAN ROBIN, BATMAN MENEBAR JEBAKAN DI GRUP PUISI 2, 7

“Anggaplah seorang pengendara motor yang melaju kencang, dan jalan di depannya ada lubang, maka tak pelak, jatuhlah dia. Atau bayangkan anak-anak yang tengah bermain kejar-kejaran di sebuah sawah yang habis panen, karena berlari kencang dan tidak hati-hati, salah satu dari mereka mengaduh karena terperosok jebakan celeng atau kakinya terjepit perangkap tikus.” Kurang lebih seperti itulah penggambaran saya tentang  istilah saya pribadi “Jebakan Batman” yang saya pergunakan saat berinteraksi dengan sahabat grup atau penyuka puisi 2,7 biar terasa santai namun dalam batas tetap serius pada permasalahan kekaryaan pola tuang 2,7.


Saat saya memberikan apresiasi pada suatu karya puisi pendek pola tuang 2,7, dan jika secara subyektif di rasa baca dan imaji pikir saya,  gaya pengungkapan puisi terkait tersebut terasa datar baca, dan hanya terbaca sebagai penyampai pesan biasa saja dari idea, gagasan/tema, layaknya sebuah pernyataan dengan gaya pengucapan keumumman, serupa penulisan berita, atau juga serupa dengan gaya penulisan slogan, dalam artian tidak ada keluasan ruang makna lebih yang dapat ditawarkan dari susunan diksi/kata tertuang.

Selintas tentang Jebakan Batman dan fenomena ketergesaan penyair/pemuisi 2,7 dalam memosting karyanya, prof. Cunong Nunuk Suraja pada catatan tepinya yang bertajuk “SATU JAM YANG LALU JARING GRUP PUISI DUKOTU MENANGKAP TUJUH PEMUISI DELAPAN PUISI”, dengan sedikit canda menulis:

“…dalam esai tuan Imron Tohari sebagai menderas dengan cenderung terperosok pada jebakan batman. Entah jebakannya seperti apa karena tak pernah ditemukan Robin teman Batman memasang jebakan. Jebakan bum mungkinkah menjadikan sandungan pengunci sajak tujuh kata ini? Ini hal yang selalu mengharu-biru selain kepatuhan pada pola tuang dan juga kemahiran mengolahi maji jadi bum serta menahan deras langkah diksi.”

Istilah “Jebakan Batman” kalau dicari diKBBI, apalagi dalam istilah-istilah baku sastra, sememangnya tidak akan pernah ditemukan, ini memang saya maksudkan sebagai hal untuk menerangjelaskan ketertautan larik 1 dan 2 yang terasa laju menderas, cenderung cair/atau encer dalam memaparkan idea gagasan secara estetik puitika. Intinya, suatu istilah yang saya tujukan seperti sudah diterangjelaskan di atas, yang dipetakan dalam2 (dua) larik 7 (tujuh) kata saja.

Jadi sekali lagi saya tekankan di sini,bahwa istilah jebakan batman atau laju menderas itu merupakan perumpamaan yang saya buat  sendiri untuk keperluan interaksi komunikatif terkait dengan keindahan puitika pada puisi pendek pola tuang 2,7.  Laju menderas masihlah bisa ditolerir sejauh secara keseluruhan puisi masih menawarkan nilai kontemplasi. hanya saja kenyataan yang saya dapati  pada postingan puisi 2,7 selama ini, puisiyang terkena jebakan batman, istilah yang saya ciptakan sendiri tersebut,kecenderungannya justru tidak optimal dalam menampil hadirkan estetika puitik (keindahan bahasa puisi menciptakan keluasan ruang imaji) pun estetika makna (Keindahan bahasa dalam menyampaikan tema/amanat—menciptakan keluasan ruang kontempelasi) sehingga sangat berpotensi mengurangi daya letup, daya kejut, atau “bum” yang merupakan salah satu inti kekuatan utama pada pola tuang puisi 2koma7 ini.

Adapun puisi 2,7 yang saya maksudkan dengan istilah laju menderas atau terkena jebakan batman, saya pribadi mencirikannya sebagai berikut:

1.        Citraan yang ditampakkan oleh susunan kata dengan kata lainnya pada larik 1 belum tuntas, belum selesai, masih ngambang, dalam artian memerlukan larik 2 untuk menuntaskan serta menciptakan kesan kuat pernyataan yang menawarkan keluasan ruang imaji pada citraan utuh yang dibangun larik1. Atau bisa dikatakan gaya pengungkapannya terkesan hanya sebagai penyampai pesan biasa saja dari idea/gagasan.pada citraan utuh yang dibangun larik 1. Atau bisa dikatakan gaya pengungkapannya terkesan hanya sebagai penyampai pesan biasa saja dari idea/gagasan.

2.        Terkait poin 1 di atas, judul juga tidak mampu memberi korespondensi  yang menguatkan pernyataan larik 1 dalam membangun keluasan ruang imaji penghayat.

3.        Larik 2 saat berdiri sendiri pun dipadupadankan dengan judul, selain datar baca, makna yang dihantarkan ke permukaan, terasa hanya sebagai penyampai pesan saja, tidak lebih.

4.        Peran larik 2 sebagai larik eksekusi atau larik eksistensi, secara korespondensi dengan larik 1, terkesan hanya sebatas menerangkan atau sebatas memperjelas bangun citraan larik sebelumnya saja. Kekuatan “Bum” sebagai letupan emosi/keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, dll) yang diharapkan mampu meninggalkan kesan mendalam (kontempelasi) tidak terhadirkan dengan optimal.

5.         Secara keseluruhan bangunan utuh perwajahan puisi, gaya pengungkapan terasa datar baca, dan hanya terbaca sebagai penyampai pesan biasa saja dari idea, gagasan/tema, layaknya sebuah pernyataan dengan gaya pengucapan keumumman, serupa penulisan berita, atau juga serupa dengan gaya penulisan slogan, dalam artian kurang ada (kalau tidak bisa dikatakan “tidak ada”) keluasan ruang makna lebih yang dapat ditawarkan dari susunan diksi/kata tertuang.


Beberapa contoh puisi 2,7 yang dimungkinkan terkena jebakan batman.



1.         OBSESI

            terjerat jemari obsesi
           mencengkeram segenap jiwa raga


           Sagitta detrawina, Lampung 10 Januari2013


2.         TEMU

            adakah temu
            yang jumpa pada ketidak pastian


           Sagitta detrawina, Lampung 10 Januari2013


3.         KEMBALI

           dia datang kembali
           hadirkan mimpi, menoreh illusi


          Sagitta detrawina, Lampung 10 Januari2013


4.         MIMPI

           adakah cerita ini
           cuma sepenggal episode mimpi


           Sagitta detrawina, Lampung 10 Januari 2013


5.         KELUH

            air mata runtuh
            menyelinap di balik keluh


            Sagitta detrawina, Lampung 10 Januari2013


6.         TAK SANGGUP

            jiwamu nanar
           tak sanggup membedakan salah-benar


           Sagitta detrawina, Lampung 10 Januari2013
           Pada puisi ini malah terhitung 6 kata, dengan perekatan kata /salah-benar/


7.         KORUPSI

           Negara ini begitu bobrok
           Basmi! tikus-tikus negara

           lifespirit, 2 januari 2014


8.         KONDOM 

           Membagi-bagikan kondom berdalih  ini-itu
           Moral bangsa dipertaruhkan

           lifespirit, 2 January 2014


9.         DEBAR CINTA

            Jantungku berdebar kencang
            Saat menatap bening matamu

            lifespirit, 2 January 2014


10.       ENGKAU KUCINTA ENGKAU KHIANATIKU

            Mengapa kautega khianatiku
            Padahal aku sangat mencintaimu

            lifespirit, 2 January 2014


11.       DI MATAMU YANG SEDIH

            Kutatap redup bola matamu
            Dan hatiku membasah

            lifespirit, 31 Agustus 2014


12.       KELUH

            Aku sudah banyak berdoa padaNya
            Kenapa begini?

            lifespirit, 31 Agustus 2014


13.       CINTA TERKUNGKUNG SEKAT

             Kumelihatmu seperti merpati 
             Di dalam sangkar emas

             lifespirit, 5 September 2014


14.       GELOMBANG ASMARA

            cinta dan kasmaran, aku
            lalu menemuimu, mendekapmu

            lifespirit, 5 September 2014


15.       PADAMU ‘KU BERTOBAT

            ‘Kan kulebur dosa-dosaku agar berumah
            Di syurga

            lifespirit, 5 September 2014



Dari 15 puisi pola tuang 2,7 yang dicontohkan di atas, selain terasa laju menderas, encer, pun jika dicermati, secara keseluruhan puisi tidak menawarkan keluasan imaji dan juga keluasan ruang kontempelasi (nilai kontemplasi. )

Bandingkan dengan 10 puisi di bawah ini, yang sebenarnya mempunyai tingkat kecenderungan tinggi terkena jebakan batman, namun, ketepatan dalam memanfaatkan tekhnik typografipoetika, enjambemen, dan pilihan diksi yang cukup baik,  telah mampu menahan laju menderas, mampu menampakkan simbol puitik, kias, pun imaji dalam menjaga keutuhan citraan suasana yang menjadi peran penting larik 1 (satu), dan juga mampu menghadir fungsikan larik 2 (dua) sebagai larik eksekusi yang sarat muatan emosi, pysycologis, dan permenungan (kontempelasi).

Namun sebelum kita membandingkannya (terutama pada puisi yang sama-sama ada kata hubung “di”), terlebih dulu akan saya paparkan hal-hal yang berkaitan dengan puisi 2,7 yang sebenarnya berpotensi tinggi terkena jebakan batman, namun dengan memahami tata sastra terkait gaya pengungkapan puisi yang baik, maka puisi tersebut akan mampu mengurangi laju menderas yang timbul, atau bahkan mampu menghidari jebakan batman yang saya istilahkan tersebut dengan baik, yang saya cirikan sebagai berikut:

1.         Citraan yang ditampakkan oleh susunan kata dengan kata lainnya pada larik 1 sudah tuntas, atau bisa juga dianggap sudah selesai, dalam artian mampu berdiri sendiri walau seandainya tanpa  didukung oleh keberadaan larik 2 untuk menuntaskan serta memperoleh keindahan makna (Keindahan bahasa dalam menyampaikan tema/amanat—menciptakan keluasan ruang kontempelasi)   pada citraan utuh yang dibangun larik 1.

2.        Terkait poin 1 di atas,  saat judul ditarik masuk ke dalam, citraan suasana yang telah terbentuk di larik satu kian menjadi kuat ruang imaji yang ditawarkan ke penghayat (hal ini biasanya terkait dengan kemampuan penyair dalam megoptimalkan tekhnik typografipoetika dan enjambemen dengan tepat).

3.        Demikian pula pada larik 2, tanpa atau bahkan mungkin dengan adanya kata penghubung, semisal:  di, ke, dan, yang, dengan, lalu, dll, saat berdiri sendiri, susunan kata dengan kata lainnya tetap mampu memerankan fungsilarik dua sebagai larik eksekusi, larik yang mampu menawarkan nilai kontempelasi dengan baik, walau seandainya tanpa terkait paut dengan larik satu sekalipun.

4.        Saat judul dan larik satu masuk untuk bersenyawa dengan larik 2, menjadikan susunan kata dengan kata lainnya dalam larik 2 tersebut kian bernas, kian hidup, kian memberi nilai tambah keluasan ruang renung, ruang kontempelasi, dan atau korespondensi antar larikdan judul tidak menjadikannya renggang, namun justru kian memberi kesan kuat diolah rasa, olah imaji, olah pikir penghayat.


5.         Typografipoetika dan enjambemen yang dimanfaatkan dengan tepat, akan memberi pengayaan secara keseluruhan perwajahan puisi, sehingga gaya pengungkapan minimal akan memenuhi  ciri-ciri yang tergambarkan pada poin 1 sampai dengan poin 4 di atas, dan bisa saya katakan puisi pola tuang 2,7 termaksud telah mampu meredam, bahkan memungkinkan untuk menetralisir seminim mungkin adanya jebakan batman.


Beberapa contoh puisi 2,7 yang menurut saya pribadi gaya pengungkapannya mampu meredam jebakan batman:


1.         MENCINTAIMU

            Kubiarkan mataku menggali kubur
            Dengan huruf huruf


            lifespirit, rev 24 Des 2012


2.         TENTANG KEYAKINAN

            Beribu jalan beribu semak
            Dan aku merindukanmu

            lifespirit, 24 December 2012



3.         KARANG

           Sebongkah karang membaca sepi
           Di lautMu tenggelam

           lifespirit, 25 Desember 2012


4.         MENYEMESTA II

            pada mulanya gaduh
           dalam ning, siapa debur?


           lifespirit, 30 Desember 2012


5.         KAU LEBIH DARI SEKEDAR PUISI

            sebaris kata-kata mengalir, nama-Mu
           di waktu subuh


           lifespirit 3 Januari 2013
           Inspiring Alfiah Muntaz


6.         HABIS PISAH

            terbelah jarak kembali bersua
           di matamu, tenggelam

           lifespirit, 6 Januari 2013


7.         RINDU MALAM

            malam kelam
            tersimpan sebongkah rindu yang dalam


            Sagitta detrawina, Lampung 10 Januari2013


8.         NOSTALGIA

            bayu masa silam
            melarung jiwaku hingga tenggelam


            Sagitta detrawina, Lampung 10 Januari2013


9.         SEPI

           Sepasang kursi tua
           Mengkhatamkan waktu tanpa bicara


           Djuhardi Basri, Kotabumi, 13122013



10.       KUNANG-KUNANG

           gelap dan sendiri
           di tapal batas hidup


           Bintang Kartika, september, 2014



11.     MENEMUKAN KHUSYU' YANG HILANG 

          di sana-sini. Tak
          di dalam, Allahu Akbar

          Denting Kemuning, 140914

Puisi ini bagus, kesederhanaan ungkap serta pemadatan kata berhasil baik memikul beban tema refleksi kerohanian aku lirik.

Enjambemen pada diksi /Tak/, menjadikan keberadaan kata /di dalam/ pada larik dua memunculkan ambiguitas yang dalam, yang menusuk jauh ke dalam batin hayatan. Selain itu, /di/ yang sering menjadi alibi terkena jebakan Batman jika diletakkan pada awal larik, maka pada puisi / MENEMUKAN KHUSYU' YANG HILANG /, diksi /di/ yang ada diawal kedua larik puisi ini juga berhasil terhindar dari jebakan Batman, dan ini sesuai dengan yang dicirikan di atas (Baca:  hal-hal yang berkaitan dengan puisi 2,7 yang sebenarnya berpotensi tinggi terkena jebakan batman).

Ketepatan penggunaan tekhnik enjambemen, saya selaku penikmat baca di dorong masuk untuk merenungi pertautan dan atau korespondensi dari kata /Tak/ yang terenjambemen tersebut, saat di mana /Tak/ menjadikan dirinya bahasa yang diam,

Tak
di dalam, Allahu Akbar


Saya mengambil artikannya seperti ini (ctt: diksi /Tak/ tetap terkait kata sebelumnya yang tidak saya tampakkan di sini), tidak di luar (sana-sini; di mana-mana), namun ada di dalam diri, di dalam hati, di dalam keyakinan spiritual, Allah Maha besar.

Dan manakala /Tak/ yang menjadikan dirinya bahasa yang menjulur masuk bersenyawa dengan kata dalam larik berikutnya.

Tak di dalam, Allahu Akbar

Pada bahasa /Tak/ yang masih bergerak menjulurkan dirinya ke larik berikutnya, hayatan saya sontak serasa dibetot dengan permenungan yang dalam, betapa sesungguhnya keimanan itu tidak ada di luar pun di dalam semata, namun hakikat esensi tersebut terletak pada kualitas ketawadukan, kekhusyukan kita pada Kebesaran Allah SWT.


Pernah terlintas dipikiran saya : “lalu bagaimana kalau yang terpenuhi hanya fisik puisi saja, dalam pengertian yang terpenuhi hanya 2 baris, 7 kata-nya saja? Apa masih bisa disebut sebagai puisi pola tuang 2,7 (baca: 2 baris, 7 kata) ?”

Jika nilai ukurnya adalah baris dan kata, maka hal tersebut telah memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam puisi 2,7 (Selanjutnya baca: 2 baris, 7 kata), namun untuk disebut sebagai puisi 2,7 yang memenuhi semua syarat: baik jumlah baris, kata, serta kekuatan estetik bahasa dan estetik makna (baca: keluasan ruang imaji) yang merupakan prasyarat wajib  untuk suatu karya 2,7 layak disebut puisi memuisi atau hanya setara dengan slogan/pernyataan, tentunya perlu juga diperhatikan prasyarat lain yang menyerta pada desain pola tuang 2,7 ini ( Seperti diterangjelaskan tulisan di atas ).

Dalam bercipta karya Puisi 2, 7 (2 baris, 7 kata) ini, kalau tidak hati-hati dan hanya terangsang untuk nulis nulis nulis tanpa diimbangi pengontrolan emosi yang terus nyundul mendorong untuk bersegera jadi, maka hasilnya hanya akan sekedar fisiknya saja yang 2, 7 . Dan kalau tidak hati-hati dalam menyampaikan bahasa ungkap, maka akan seperti puisi yang tersirat pada puisi sarat pesan satire karya Alfiah Muntaz di bawah ini :

DEVIASI 

diksi-diksi ejakulasi dini
jauh puisi dari orgasme

(Alfiah Muntaz, 10 Januari 2013, Bangka)

Lalu bagaimana agar puisi pola tuang 2,7 yang dibuat terhindar dari jebakan batman?

Emotion Quality Control (EQC) sangat berperan penting dalam konteks ini, sehingga dalam proses penciptaan puisi 2,7 tidak terlepas dari 10 pokok dasar penciptaan sebuah karya puisi, yang saya tulis di bawah ini:

1.     Penuhi prasyarat mutlak struktur puisi dalam 2 baris, 7 kata, dan penanda akhir puisi (tanggal pembuatan/titimangsa; berfungsi sebagai rekam jejak kekaryaan)

2.     Kekuatan estetik bahasa dan makna judul upayakan bersenyawa (menjadi padu/menjadi satu benar) dengan isi.

3.     Jangan terburu-buru posting, baca sekali lagi dengan memposisikan sebagai penikmat baca, agar bisa merasakan apakah ekspresi/ Penjiwaan karya sudah sesuai yang diharapkan penulis yang sekaligus selaku penghayat.

4.     Upayakan pemilihan diksi sebisa mungkin bertaut dengan diksi lainnya secara utuh memberi citraan latar suasana baris 1.

5.     Hal tak kalah penting: Tipografipoetika/ pemetaan kata/ enjambemen baris1 ke baris 2 yang baik akan menjadikan karya puisi 2, 7 aliran perpindahan antar baris tidak melaju terlalu cepat sehingga karya tidak datar baca ( kalau tidak boleh dikatakan datar atau serupa pernyataan, cerita, ungkapan yang biasa saja), tipografipoetika/ pemetaan kata/ enjambemen yang baik akan memberi nilai tambah pada keluasan ruang rasa imaji pikir penghayat/penikmat baca.

6.     Perhatikan keselarasan/ kesenyawaan baris 2 dalam upayanya meletupkan rasa imaji citraan baris 1.

7.     Kunci penting berhasil tidaknya puisi 2, 7 dalam memberikan nilai pikir kekinian di rasa imaji penghayat, adalah seberapa kuat pengkarya cipta memberi denyut/nilai kejut/daya hisap kontemplasi/ rangsangan emosional yang diletupkan baris 2.

8.     Setelah puisi 2, 7 jadi, proses pengendapan dengan cara membaca ulang dan meresapi sepenuh rasa jiwa, pengkarya cipta akan bisa merasakan apakah karyanya tadi sudah mempunyai nilai puitik/ keindahan/ estetik bahasa secara keseluruhan dari batang tubuh puisi secara utuh.

9.     Sebelum dipublish, kaji sekali lagi apakah makna tersurat keseluruhan batang tubuh puisi sesuai dengan yang diharapkan.

10. Sebelum dipublish, kaji sekali lagi apakah makna tersirat keseluruhan batang tubuh puisi memberi nilai pengayaan makna/tafsir pada penikmat baca/ penghayat .


Semoga catatan kecil ini bermanfaat bagi para penyuka dan pencinta puisi pola tuang 2koma7.


(lifespirit, 31 Agustus 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar