Oleh Moh. Ghufron Cholid*
Kematian adalah bentuk cinta yang lain dari
sebuah kemesraan kencan atau pertemuan yang penuh cekam, ketika kehidupan tak
lagi dalam genggaman. Moh. Ghufron Cholid
PENDAHULUAN
Jum’at yang penuh cinta dan berkah saya
berhadapan dengan dua puisi yang ditulis oleh Janus A. Satya dengan puisinya TENTANG
KEPULANGAN dan puisi yang ditulis oleh Nona Reni dengan judul KEPULANGAN BUNDA,
baik JAS maupun Nona Reni sama-sama mengungkap perihal kematian.
Berikut saya posting utuh kedua puisi agar
kehadirannya bisa kita nikmati dan bisa kita resapi isyarat yang dikandung oleh
kedua puisi dari dua penyair yang sama-sama dibesarkan di group kepenulisan
bernama puisi dua koma tujuh.
TENTANG KEPULANGAN
Kusaksikan arakan jenazah
Langit kembara berawan berzah
Janus A. Satya, 2014
KEPULANGANMU BUNDA
Air talkin menghujani bumi
Pucat menggigil duka
Nona Reni, 2014
Kematian adalah tamu yang pasti datang.
Kehadirannya tak bisa saling tawar menawar, ianya datang tepat waktu. Ianya
adalah ketentuan Allah yang berlaku bagi sekalian makhluk-makhlukNya. Sejatinya
JAS maupun Nona Reni seakan ingin mengabadikan moment puitik yang dialami
ataupun yang disaksikan untuk mengintimi diri agar lebih mengenal posisi diri.
Mengenal kalau tiap pribadi pasti menghadapi kematian.
JAS mulai membuka pandangannya, kusaksikan
arakan jenazah, adalah suatu peristiwa yang lumrah dalam setiap kematian
pasti ada arakan jenazah, untuk memulai pandangannya JAS menyajikan hal yang
sangat umum, yang biasa dilihat dalam sebuah prosesi kematian.
Jika JAS mengawali pandangan prosesi kepulangan
adalah jenazah yang diarak ke pemakaman maka Nona Reni membuka pandangannya
dengan kegiatan yang berlaku di pemakaman, setelah jenazah diadzani dan dikubur
maka dibacakanlah talkin.
Pembacaan talkin adakah manfaatnya jika ianya
dibacakan kepada jenazah? Bukankah jenazah sudah dikuburkan, lalu untuk apa
pembacaan talkin? Mungkin inilah yang menjadikan NU dan Muhammadiyah berselisih
pandangan tentang perlu tidaknya talkin dibacakan.
Apapun perbedaan di Antara umat nabi adalah rahmat,
sepakat atau tidak sepakat dengan adanya talkin akan terus menjadi kontroversi,
namun yang perlu kita telisik adalah asas manfaat saja yang dikandung dalam
talkin.
Meski saya lahir dan dibesarkan dalam lingkungan
NU, saya tak menyalahkan Muhammadiyah jika tidak menyenangi adanya pembacaan
talkin bagi jenazah, namun yang perlu saya utarakan adalah isi yang ada dalam
talkin, oleh ianya banyak mengandung pelajaran. Jika keberadaan pembacaan
talkin tak diyakini ada manfaat bagi jenazah, saya tak akan menggugat sebab
tiap kepala pastilah memiliki pandangan tersendiri, selama pembacaan talkin
lebih mendekatkan diri bagi yang mendengarkan saya rasa tak ada salahnya
dibacakan.
Dalam talkin terkandung ajaran kebaikan dan
tambahan ilmu bagi yang mendengarkan. Talkin membahas apa yang harus dilakukan
seorang hamba yang memiliki Tuhan di dalam kubur. Talkin juga bisa menguatkan
imam pendengarnya sejatinya di dalamnya terdapat penajaman mata jiwa. Tentang
adanya dua malaikat yang senantiasa menjadi penanya dalam kubur tentang segala
lingkup yang mencakup anugerah yang telah diterima manusia dari Tuhannya.
Menhayati pembacaan talkin akan membuat tiap hati
bergetar, langit kesombongan semakin runduk, tidak ada alasan untuk menepuk
dada atas segala keberhasilan yang dicapai manusia sebab sejatinya adalah
pemberian Allah.
Kembali pada pembahasan larik kedua dari puisi yang
ditulis oleh JAS, Langit kembara berawan berzah. JAS seakan tak mau
melepas pelajaran ruhani yang diterimanya lewat puisi TENTANG KEPULANGAN yang
ditulisnya, meski hanya mengabarkan tentang keadaan manusia sebelum tiba di
pemakaman namun JAS lebih menekankan sejatinya langit yang disaksikan penyair
kala itu merupakan lukisan alam berzah. Langit kembara berawan berzah. Jadi
langit yang cerah. Langit yang mengajarkan kebahagiaan telah beralih fungsi
menjadi langit yang menitipkan ketakutan. Langit yang mengingatkan diri tentang
akan adanya kiamat kecil yang lambat laun akan menyapa tiap manusia yakni
kematian.
JAS menemukan langit yang lain, langit yang tak
selalunya menggambarkan keramahan, kebahagiaan namun langit yang disaksikan JAS
dalam gejolak batin menyaksikan jenazah adalah langit yang merundukkan kesombongan.
Langit yang mengingatkan tentang adanya ketidak kekalan. Langit yang terus saja
membatikkan keinsafan. JAS mengulang perjalanan spritualnya dengan berucap langit
kembara berawan barzah.
Awan seperti apakah yang dimaksud penyair yang
tertera dalam pengucapan berawan barzah? Adakah awan tersebut? Di sinilah JAS
mengulah pergolakan batin, mengenalkan kematian dengan Bahasa puitik dengan
menegaskan pengalamannya yang memuncak pada keinsafan, langit kembara berawan
barzah. Awan yang hanya ditemukan dikehidupan di alam yang lain, bukan alam
yang kita tempati ketika hidup. Alam kandungan, alam kehidupan, alam barzah dan
alam kebangkitan adalah empat alam yang akan dilewati tiap manusia, keturunan
nabi adam dan siti hawa. Oleh JAS tak sampai membahas puisi TENTANG
KEPULANGAN di sekitar pemakaman maka
berawan barzah ialah diksi yang ingin disampaikan untuk membahas alam barzah.
Alam kematain, di mana segala anugerah yang dihadiahkan Allah dipertanyakan
oleh dua malaikat Munkar dan Nakir.
Lain JAS, lain pula dengan Nona Reni, di larik
kedua dalam puisinya, Nona Reni semakin mempertegas pandangannya. Tentang
pergolakan batin yang terjadi di sekitar pemakaman yakni Pucat menggigil
duka. Ada yang begitu dahsyat yang terjadi pada seorang anak di hari kematian
ibunya. Anak yang pernah diasuh dengan kasihsayang, betapa sangat kehingan.
Betapa pucat telah menggigilkan duka.
Bisa saja yang hendak disampaikan penyair adalah
pergolakan batin yang dirasakan oleh tiap anak atas kematian ibunya. Bisa pula
perenungan yang lahir dari pembacaan talkin, yang membuat diri yang
mendengarnya menjadi pucat menggigil duka. Duka akan kehilangan orang yang
berharga atau ketakutan yang begitu dahsyat yang dibayangkan oleh tiap diri
dalam membayangkan kematiaan. Lantaran mengenang segala amal yang telah
diperbuat.
Tiap diri seakan terus didekap ketakutan tentang
keadaan yang akan berlaku jika kematiaan itu tiba. Adakah yang akan menangisi
kepergian atau malah kepergiaannya adalah peristiwa yang sangat dinanti oleh
manusia lain di sekitarnya.
KESIMPULAN
Kematian adalah kado yang akan diberikan Allah pada
tiap hamba-hambaNya. Ada yang menyambutnya dengan sukacita, ada pula yang meresponnya
dengan segala ketakutan yang membabi buta. Bagi yang benar-benar mencintai
Allah tiada keraguan dalam menyambut kematian, bahkan kematian menjadi suatu
hal yang ingin dijemput dengan kegembiraan.
Kematian membela agama dan bangsa adalah kematian
yang sangat mulia. Kematian yang akan selalu dikenang. Bagi pejuang. Pergi ke
medan perang hanya ada dua pilihan, pulang membawa kemenangan atau mati dengan
mendapat gelar syuhada.
Maka ketika terjadi pergolakan di Gaza, jiwa-jiwa
yang benar-benar mencintai Allah takkan pernah gentar berjuang sebab kematian
adalah kado yang paling dicari ketika kemenangan tak lagi bisa didapat. Ketika
kemerdekaan dalam mengagungkan AsmaNya tak lagi diperoleh. Bagi yang mati
sebagai syuhada bagi mereka adalah surga, tempat kembali yang nyata. Kematian
mereka adalah nama yang akan terus bergema dan menjadi cerita yang harum dari
masa ke masa.
Paling tidak ada tiga bekal yang takkan pernah
terputus meski manusia telah mendapat gelar almarhum atau almarhumah yakni shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh/salehah yang senantiasa
mendoakan kedua orang tuanya.
Kehadiran puisi TENTANG KEPULANGAN karya JAS dan
KEPULANGANMU BUNDA karya Nona Reni paling tidak sebagai gambaran tentang
keadaan batin ketika menyaksikan arakan jenazah, atau ketika jenazah dibacakan
talqin. Kedua penyair sama-sama menggambarkan tentang kematian yang intinya
ingin mengungkap bahwa manusia itu adalah makhluk yang pasti mengalami
kematian. Kematian orang lain sejatinya adalah pelajaran pada tiap diri bahwa
lambat laun kematian akan hadir dan menemui kita tanpa tawar menawar sesuai
jadwal yang telah ditentukan Allah.
Baik JAS maupun Nona Reni di larik pertama yang
disampaikan, sama-sama menyampaikan hal yang umum dan terkesan datar, gejolak
batik hanya muncul di larik kedua. Larik kedua JAS hanya berisi gambaran bahwa
di hari kematian langit yang cerah dan indah akan bermakna langit yang tak
henti menitipkan gundah. Langit yang lebih akrab melukiskan alam kematian.
Begitu pula yang terjadi di larik kedua Nona Reni, keadaan tiap diri adalah
pucat menggigil duka. Duka karena kehilangan orang tercinta atau duka lain yang
belum mampu dibayangkan, apakah kematian yang akan diterima lebih baik dari
kematian yang disaksikan.
Madura, 19 September 2014
*Pengasuh Pesantren Penyair Nusantara di FB.